Filsafat
Definisi kata filsafat bisa dikatakan sebagai sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan mendasar (radikal).
Kerapkali ilmu filsafat dipandang sebagai ilmu yang abstrak dan berada di awang-awang (tidak mendarat) saja, padahal ilmu filsafat itu dekat dan berada dalam kehidupan kita sehari-hari. Benar, filsafat bersifat tidak konkrit (atau lebih bisa dikatakan tidak tunggal), karena menggunakan metode berpikir sebagai cara pergulatannya dengan realitas hidup kita.
Ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa
Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh para filsuf. filsafat merupakan pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.
Beberapa filsuf mengajukan beberapa definitif pokok filsafat seperti: Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas. Upaya untuk melukiskan hakekat realitas akhir dan dasar serta nyata, Upaya untuk menentukan batas-batas jangkauan pengetahuan: sumbernya, hakekatnya, keabsahannya, dan nilainya. Penyelidikan kritis dan radikal atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan. Sesuatu yang berupaya untuk membantu kita melihat apa yang kita katakan dan untuk mengatakan apa yang kita lihat.
Kalau menurut tradisi filsafati yang diambil dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.)
makalah-filsafat, setelah dia membaca tulisan Herakleides Pontikos (penganut ajaran Aristoteles) yang memakai kata sophia. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan.
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab فلسة, yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia (Φιλοσοφία) Dalam bahasa ini, kata tersebut merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”.
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab فلسة, yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia (Φιλοσοφία) Dalam bahasa ini, kata tersebut merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”.
Dalam istilah Inggris, philosophy, yang berarti filsafat, juga berasal dari kata Yunani “philosophia” yang lazim diterjemahkan ke dalam bahasa tersebut sebagai cinta kearifan. Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu, filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis
Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti semesta dalam hal makna (hakikat) dan nilai-nilainya (esensi) yang tidak cukup dijangkau hanya dengan panca indera manusia sekalipun.Bidang filsafat sangatlah luas dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh pikiran. Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan hidupnya. Filsafat menggunakan bahan-bahan dasar deskriptif yang disajikan bidang-bidang studi khusus dan melampaui deskripsi tersebut dengan menyelidiki atau menanyakan sifat dasarnya, nila-nilainya dan kemungkinannya.Tujuannya adalah pemahaman dan kebijaksanaan. Karena itulah filsafat merupakan pendekatan yang menyeluruh terhadap kehidupan dan dunia. Suatu bidang yang berhubungan erat dengan bidang-bidang pokok pengalaman manusia.
Pengaruh Peradaban Yunani Kedunia Islam
Perkataan Filsafat berasal dari kata Arab filsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia, yang berarti Philos= cinta, suka (Loving), dan Sophia= Pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi Filosophiaberarti cinta kepada bijaksana atau cinta kebenaran, maksudnya, setiap orang yang cinta berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta pengetahuan disebut Filosopher, dalam bahasa Arabnya Failasuf.
Pencinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya, atau dengan perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
Filsuf hanyalah orang yang memilarkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam, tegasnya filsafat adalah hasil akal seseorang manusia yang mencari dan memikirkan sesuatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain: Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
Proses sejarah masa lalu, tidak dapat dilakukan begitu bahwa pemikiran Filsafat islam pengaruh oleh Filsafat Yunani, para Filosof islam banyak mengambil pemikiran Aristoteles dan mereka banyak tertarik terhadap pikiran-pikiran platinus.
Para ulama islam memikirkan sesuatu dengan jalan Filsafat ada yang lebih berani dan lebih bebas dari pada pemikiran-pemikiran mereka yang biasa dikenal dengan nama Filosuf-filosuf islam. Di mana perlu diketahui bahwa pembahasan ilmu kalam dan tasawuf banyak terdapat pemikiran dan teori-teori yang tidak kalah teliti dan pada Filosuf-filosuf islam.
Pemikiran islam mempunyai khas ciri-ciri tersendiri dibandingkan dengan Filsafat Aristoteles, seperti halnya pemikiran islam pada ilmu kalam dan Tasawuf.
FILSAFAT ISLAM DENGAN ILMU KALAM
Problema yang ada terhadap filsafat islam, identik dengan ilmu kalam? Ataukah sebagian ilmu yang berdiri sendiri? Apakah ilmu kalam itu sebagai dan cabang dari Filsafat.
Di samping itu, dikalangan ilmu kalam sudah ada ahli yang dikenal seperti Al-Annazan, Al-Jubai, Abu-Huzail Al-‘Allaf. Para ahli ilmu kalam tidak ada yang menamakan diri sebagai Filosuf.
2.* Pengaruhnya Mu”Tazilah
dalam hal fsifat-sifat tuhan menilai Muhammad Abduh sebagai pengikut Asy’ari. Jomier, melihat adanya pendapat-pendapat Mu’tazialah dalam pemikiran Muhammad Abduh bercorak Mu’tazilah.
Sualiman Dunia dari Universitas Al-Azhar dengan berpegangan pada buku Muhammad Abduh Hashiah Alasharh Al-Dawwani Li Al-Aqaid Al-Adudiah, yang kurang pendapat perhatian dari pengarang-pengarang lain, menilai pembukaan pembaharuan Mesir ini lebih tinggi dalam memberikan kedudukan kepada akal dari pada kaum Mu’tazilah
Jelas bahwa terdapat perbedaan pendapat antara penulis-penulis Muhammad Abduh tentang corak teologinya yang sebenarnya, betulkah ia masuk ahlussunah Asy’ari atau ahlussunnah Maturizi? Dan kalau Muturizi, muturizi mana? Atau, karena ia dikatakan mengeluar pendapat-pendapatnya ada yang sejalan dengan paham-paham Mu’tazilah, betulkah teologinya mempunyai corak yang Mu’tazilah? Atau, karena ia dikatakan mengeluarkan pendapat-pendapat ahlussunnah di samping pendapat-pendapat Mu,tazilah apakah teologinya mempunyai corak yang berdiri sendiri, berbeda denga teologi Ahlussunnah dan dari teologi Mu’tazilah.
Mengetahui corak teologinya yang sebenarnya amat penting untuk mengetahui relevansi pemikiran-pemikiran pemahamannya dengan zaman kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di abad kehidupan ini.
Dan kalau teologi mu’tazilah apakah pemikiran pembaharuannya akan mempunyai ruang gerak yang lebih luas di bawah sikap rasional dan paham kebenaran manusia dalam batas-batas tertentu, yang dalam istilah Arab dikenal dengan nama gadariah. Pemikiran-pemikiran pembaruannya dengan demikian, akan bercorak dinamis dan akan mempunyai arti bagi kemajuan umat islam di zaman kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Di dalam teknologi yang menarik perhatian Syaih Muhammad Abduh adalah pemikiran-pemikiran mu’tazilah dan muncullah tuduhan bahwa ia menghidupkan kembali aliran ini. Atas tuduhan itu ia dipanggil menghadap Syeikh Alaisy, salah satu ulama Azhar yang menentang paham-paham mu’tazilah. Ketika ditanya apakah benar ia memilih aliran mu’tazilah dan meninggalkan aliran asy’ariah ia menjawab, “jika aku meninggalkan taklid kepada asy’ari, mengapa aku mesti taklid kepada mu’tazilah. Aku tidak mau taklid kepada siapapun. Yang ku utamakan adalah argumen yang kuat.
Peristiwa ini mempunyai pengaruh pada ujian untuk memperoleh Ijazah Al-Azhar yang ditempuhnya pada tahun 1877 sebagian besar dari anggota panitia ujian adalah ulama yang tidak senang kepadanya dan mereka sepakat untuk menjatuhkannya tetapi dalam ujian ia menjawab jawaban yang luar biasa baiknya bahkan menurut rektor, sekiranya di Al-Azhar ada yudisium cum laude, ia seharusnya memperoleh derajat ujian ilmiah tertinggi ini.
Munculnya Asy’ariah
Pada waktu yang sama, muncul pula sekelompok manusia yang merasa berani sebagi penjaga dan pelestari pemikiran islam dalam berbagai masalah aqidah, misalnya, mengenai jabar (keharusan mengikut) dan ikhtiar (kebebasan memilih), pelaku dosa besar, kekekalan seseorang di surga dan neraka, dan sebagainya kesemua pemikiran itu muncul pada sisi lain sangat berlawanan dengan mu’tazilah.
Dengan kedalaman ilmuannya, Al-Asy’ari dapat mecetuskan beberapa hukum seputar persoalan aqidah pada posisi yang benar, mustaqim, dan jauh dari unsur kelebihan, kendatipun sebagian ulama / fuqaha dan pengikut Hanbali meragukan keyakinannya dan menuduhnya kafir, namun, mereka tidak dapat membuktikan dalil yang menunjukkan penyimpangan dan penyelewengan pemikirannya. Para pemikir itu yakni ra’yul Asy’ari disebut mazhab ahlussunnah waljama’ah, begitulah awal munculnya ahlussunnah, meskipun ahlul Hadist serta sebagian besar sahabat dan tabi’in dikategorikan kepada ahlusuunnah.
Sekelompok asy’ari pada mulanya adalah pengikut mu’tazilah, tetapi kemudian mereka kembali meniti jalan salaf ash shalih dalam menentukan berbagai persoalan khilifah, bahkan dengan tentang-tentangan mereka mengumandangkan bahwa mereka mengikut Ahmad bin Hanbal.
Mengenai Al-Qur’an sebagai makhluk ataukah qadim, asy’ari berpendapat, hendaknya membedakan antara kalamullah yang berdiri dengan Dzatnya yang berarti qadim, dengan wujud al-Qur’an yang ada di antara kita dewasa ini, yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad dalam waktu tertentu. Firmannya adalah satu yaitu larangan, perintah, berita dan Ikhtibar, serta janji dan ancaman kesemuanya termasuk dalam kategorinya, bukannya kembali kepada jumlah atau susunan kalimatnya.
Sedangkan dalil yang di buat adalah muhdist, dan yang dilandasi adalah qadim dan azali. Jadi, antara perbedaan bacaan yang dengan di baca sama saja dengan sebutan dengan yang disebut, sebutan adalah muhdist sementara yang disebut adalah qadi. (Al milah wan nihal, jilid 1 hal, 87).
Wahabiyah adalah suatu nisbah terhadap pencetus pertama gerakan ini yang muncul dipenghujung pada abad ke-18 m, yaitu Muhammad bin Abdul Wahab. Ia dilahirkan di nejed dalam lingkungan Arab badawy, yang masih bersih dari sentuhan dan pengaruh kebudayaan asing, yang tidak pernah dilakukan oleh bangsa lain, sehingga belum pernah mengenal seni dan ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh pencampurkan dan interaksi antara bangsa Arab dengan bangsa penjajah tersebut.
Pemikiran islam, boleh dikatakan sumber bagi inspirasi yang sangat dominan bagi kejayaan peradaban Arab klasik. Sejarah telah membuktikan bahwa jika bukan karena kelahiran islam sebagai agama kosmopolit disemenanjung Arabia, niscaya Arab sedikitpun tidak akan mempunyai estimasi penilaian dalam kencah peradaban dunia. Arab hanyalah suatu bentuk masyarakat badawi yang hidup dalam komunitas kecil dipadang pasir Jazirah Arabia, belum pernah mengenal bentuk sebuah kebudayaan dan peradaban besar.
Maka muncullah islam di tengah komunitas badawi ini sebagai memberi roh lahirnya sebuah peradaban agung yang menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin). Hanyalah dengan satu sumber ajaran islam saja misalnya, yaitu al-Qur’an, ummat islam maupun penelorkan berbagai macam disiplin ilmu. Muncul ilmu nahwu, Syaraf, Tafsir, Bahghah, Fiqh, Sejarah, ilmu kalam dan lain-lain. Begitu juga dengan hadist Nabi, melahirkan pula sekian banyaknya cabang ilmu pengetahuan, seperti ilmu hadist, ilmu rijal hadit, takhrij dan lain sebagainya.
Dari sini dapat diambil sebuah konklusi, bahwa kegemilangan yang pernah dicapai oleh peradaban Arab klasik itu, merupakan jelmaan dari konstribusi pemikiran yang pernah yang sumbangkan oleh islam.
Aliran pemikiran tradisionalis islam, yang diwakili oleh gerakan wahabiyah, bila kita simak kronologis sejarah dan inti ajaran dari gerakan wahabiyah, ini muncul sangat dipengaruhi oleh inspirasi pemikiran Ibnu Taimiyah, seorang mujaddid besar pada abad ke-14 M. sekalipun menurut ULAMA', gerakan wahabiyah tidak sepenuhnya merupakan duplikat pikiran-pikiran Ibnu Taimiyah itu.
4* Latar belakang karena sejarah Aceh menjadikan islam sebagai pedoman hidup dalam seluruh Ospek kehidupannya. Karena masyarakat Aceh sangat menjunjung tinggi penyebaran ahlussuna waljama’ah, karena memperhatikan fatwa para ulama, karena ulama, karena ulama merupakan pewaris pada nabi yang menganut Syafi’i, penghayatan dan pengalaman terdapat ajaran agama islam, karena Aceh dalam perjalanan sejarah yang panjang serta telah berlakunya syri’at islam. Kedua pertanyaan ini akan dijawab dalam tulisan ini, dengan menggunakan pendekatan historis analisis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar