Apa Kabar Dunia

Mari Belajar bersama

Sabtu, 14 Juli 2012

KAJIAN TENTANG LAFADZ DALAM BAHASA ARAB

                                                                           
 Lafadz dalam bahasa arab, adalah kata-kata dalam bahasa Indonesia. Lafadz adalah satu nama yang diberikan pada rangkaian huruf abjad atau susunan beberapa huruf yg mempunyai arti.

Jika lafadz tidak mempunyai arti maka rangkaian huruf itu tidak dapat disebut sebagai lafadz.
Pembagian Lafadz

1. lafadz Mufrad (مفرد )

            Lafadz mufrad terdiri dari dua kata yaitu, lafadzdan Mufrad. lafadz artinya kata-kata, sedangkan Mufrad artinya satu kata.

Dalam istilah ilmu mantiq, lafadz adalah kata-kata yang tidak mempunyai bagian yang masing-masing bagian itu menunjuk kepada makna yang dikandungnya sendiri.    
   
Berdasarkan bagian-bagian katanya lafadz mufrad terbagi :

Lafadz yang tidak mempunyai suku kata sama sekali, misalnya lafadz yang terdiri dari satu huruf. 

Contoh;

Wa artinya dan (bahasa Arab).
U artinya kelapa (bahasa Aceh).
I artinya air (bahasa Aceh).
Wa artinya dan (bahasa Arab)

Lafadz yang mempunyai bagian kata (huruf), tetapi jika dipisahkan, bagian itu tidak mempunyai arti sama sekali.

Contoh : Huruf Sho pada lafadz Shomadun (bahasa Arab).
Huruf Ba pada lafadz Baabun (bahasa Arab) 
Lafadz yang mempunyai bagian kata dan masing-masing bagian itu mempunyai arti sendiri.

Rangkaian kata seperti ini dalam bahasa Arab disebut Mudhaf dan Mudhaf ilaih.

Contohnya : عبد الله (Abdullah), هرير  ابو (Abu Hurairah) tidak diartikan bapak kucing, tetapi nama seseorang bernama Abu Hurairah. 

Lafadz yang mempunyai bagian-bagian yang masing masing mempunyai arti sendiri. 
Contoh : نَاطِق حَيَوَانٌ  masing – masing kata ini mengandung arti sendiri yaitu, tetapi yang dimaksudkan adalah satu yaitu Insan.

Pembagian Lafadz Mufrod

1.      Isim ; adalah lafadz (kata-kata) yang mempunyai arti sendiri tanpa terikat dengan waktu, seperti: masjid, madrasah, rumah, gunung dan sebagainya. 

2.      Fi’il adalah lafadz (kata-kata) yang mempunyai artis sendiri yang terikat dengan waktu. Seperti : dzahaba =sudah pergi, Yadzvhabu = sedang pergi dll. 

3.      Adat adalah (menurut ilmu Nahwu) = harf seperti Bi, Min, wa, ila dll.

Pembagian Isim

            Dilihat dari segi Mafhum (konsep yang dikandungnya), isim terbagi ;

1.      Kulli (isim kulli) adalah lafazh mufrad yg ketika disebutkan lantas menunjukkan kepada semua arti atau maknanya. Contoh : Ketika menyebutkan Nahr (sungai), maka semua sungai terkena Nahr.
Ketika menyebut rumah, maka semua rumah terkena oleh kata rumah tersebut. 

2.      Juz’i (isim juz’i) adalah lafazh mufrad yg ketika disebutkan lantas menunjukkan kpd satu bagian saja dari kesluruhan makna yg terkandung oleh lafadz kulli. Contoh ketika menyebut Nahr maka semua sungai akan terkena nahr di dalamnya. tetapi ketika menyebut Nahr Nil, maka kata ini akan berubah menjadi Juz’i, karena yg terkena hanya satu bagian saja.


Pembagian Kulli dan Juz’i

            Kulli dan Juz’i dilihat dari pengertiannya : 
    Kulli artinya menetapkan suatu ketentuan (hukum) atas sesuatu secara menyeluruh.

Contoh : Orang kampung itu memindahkan sebuah rumah. maksudnya bahwa smua orang kampung itu secara masing-masing memindahkan seluruh isi rumah. Ada yang membawa piring, lemari dan lain-lain. 

 Kulliyat artinya menetapkan suatu ketentuan atas sesuatu secara satu persatu.

Contoh : Orang kampung itu memindahkan sebuah rumah. Maksudnya semua orang kampung itu (kulli) secara bersama-sama memindahkan sebuah rumah, bukan bagian-bagiannya.

Juz’i dan Juz’iyat

   Juz’i artinya menetapkan sesuatu ketentuan (hukum) atas sebagian secara keseluruhan dari yg sebagian itu.

Contoh : sebagian orang kampung itu mengangkat lemari besar dari sebuah gedung. Maksudnya sebagian orang kampung secar bersama-sama mengangkat sebuah lemari besar dari sebuah gedung.

   Juz’iyat artinya menetapkan sesuatu ketentuan (hukum) atas sebagian secara masing-masing dari yg sebagian itu. Contoh : sebagian orang kampung itu masing-masing memindahkan isi lemari besar dari sebuah gedung. Maksudnya sebagian orang kampung secara bersama-sama mengangkat sebuah lemari besar dari sebuah gedung.

Bagian Isim

 Muhashal adalah lafadz mufrad yang menunjuk kepada suatu benda yang ada atau suatu sifat yang ada.

Contoh :  1) Kota, sungai, neraka, surga. (suatu yang ada) 2) Alot, dermawan, sombong. (sifat yang ada)

Ma’dul adalah Lafadz mufrad yang menunjuk kepada ketidakadaan sesuatu atau ketidakadaan sifat (kebalikan Muhashal).

Contoh :

1) Bukan kota, bukan Jakarta, tidak neraka (ketidakadaan benda) 

2) Tidak pelit, tidak sombong, tidak jujur (ketidakadaan sifat)

    ‘Adami adalah lafadz mufrad yang menunjuk kepada ketidakadaan sifat yang lazimnya ada.

Contoh :
1) Buta menunjuk kepada pengertian tidak melihat, padahal melihat adalah suatu sifat yang lazimnya ada pada manusia ataupun hewan . 

2) Tuli menunjuk kepada pengertian tidak mendengar, padahal mendengar adalah salah satu sifat yang lazimnya ada pada hewan dan manusia.

2. Lafadz Murakkab (مركب)

            Lafazh murakkab terdiri dari dua kata yaitu Lafadz dan Murakkab. Lafadz artinya kata-kata dan murakkab artinya disusun atau dirangkai. Jadi, lafadz murakkab artinya kata-kata yang disusun atau dirangkai baik dari 2, 3, 4, ataupun lebih dari itu.

Pembagian Lafadz Murakkab

1.      Lafadz Murakkab Tam, adalah kata-kata yang dirangkai atau disusun sedemikian rupa sehingga memberi pengertian yang lengkap. Dalam bahasa Indonesia, murakkab tam disebut kalimat efektif atau kalimat sempurna. Contoh : 

         Alkis adalah penjaga terminal kota kediri.

         Ahmad adalah Bapak Guru MI Safinatun Najah kota kediri

2.  Lafadz Murakkab Naqish, adalah rangkaian kata yang belum memberikan pengertian efektif atau sempurna (kalimat gantung).

Contoh : 

       Orang sombong itu
     Seorang pemulung
       Pujaan hati

Pembagian Murakab Tam

1. Murakkab Khabari, adalah murakkab tam yang isinya mungkin benar dan mungkin juga salah (mengandung keraguan).

Contoh :

        Nanas itu sejenis buah-buahan
        Presiden AS datang ke Indonesia

2. Murakkab Insya’i, adalah murakkab tam yang tidak mungkin benar dan tidak mungkin pula salah.

Contoh :

        Pergilah ke luar negeri untuk menambah pengalaman (amr).
        Jangan lekas putus asa dalam menghadapi lenyataan (nahyi).
        Apakah anda telah melaksanakan kewajiban dengan baik (istifham).

Mafhum dan Mashadaq

     Pengertian lafadz kulli selalu memberi dua dilalah (petunjuk). Dilalah pertama menunjuk kepada konsep atau pengertian dan dilalah kedua menunjuk kepada yang terkena atau yg dikenai konsep atau pengertian tadi.

 Lafadz insan, misalnya, memberi dua dilalah.

Pertama, adalah dilalah konsep atau pengertiannya,
yaitu bahwa insan adalah hayawanun natiq.
Dilalah yg pertama ini dlm ilmu mantiq disebut mafhum.

Kedua dilalah kepada diri insan atau yg terkena oleh lafadz insan,
yaitu manusia yg sudah milyaran di permukaan bumi.
Dilalah (petunjuk) yg kedua ini dalam ilmu mantik disebut al mashadaq (benda yg ada dlm realita yg dikenai lafadz).

   Semakin betambah mafhum (konsep) lafadz kulli semakin sedikit memberi al-mashadaqnya.
Sebaliknya, semakin sedikit penambahan mafhum kepada lafadzkulli semakin banyak mashadaq-nya.

Perbandingan Antara Lafadz Kulli dengan Artinya;

1.  Lafadz Mutawathi’. adalah lafazh kulli yg mempunyai makna banyak atau mafhum-nya satu mashadaq-nya banyak. Contoh : Insan, Hewan, tumbuh-tumbuhan

            Lafadz insan mempunyai makna : Hindun, Fathimah,Maimun, Malin, Agung, Karsum, Iyan, dan lain-lainnya. Hakikat dari nama-nama itu sama dalam hal manusia.

Mereka hanya berada dalam jenis dan sifat-sifat saja. Demikian juga lafadz hewan, dapat mengandung arti kambing, unta, sapi, burung, dan lain-lain. Lafazh tumbuh-tumbuhan dapat berupa sawi, kurma, anggur, wortel, kacang, dan lain-lain. 

2.  Lafadz Musyakkik, adalah lafadz kuli yang kualitas artinya berbeda. 
Artinya, lafadz musyakkik itu satu, tetapi kualitasnya berbeda.
Contoh : Putih, tinggi, besar.

            Lafadz putih mempunyai arti bisa sangat putih, kurang putih, sedikit putih, atau putih sedang. Lafadz tinggi bisa sangat tinggi, kurang tinggi, dan seterusnya. Demikian juga halnya dengan lafadz besar, bisa sangat besar, kurang besar, dan seterusnya.

3.  Lafadz Mutabayyin (sama dengan perbandingan tabayun) adalah dua lafadz yang bacaanya berbeda dan artinya berlainan. Contoh : 

        Insan, Ardh, sama’ (bahasa Arab : manusia, binatang, langit)

        Kuda, kambing, rambutan, kelapa, (bahasa Indonesia)

 Lafadz-lafadz itu memperlihatkan perbedaan dari segi mafhum dan mashadaq-nya. Dengan kata lain lafazhnya berbeda dan artinya pun berlainan. Lafadz jenis ini adalah yang terbanyak 

4.  Lafadz Muradif (sama dengan perbandingan taraduf) adalah dua kata atau lebih lafadz yang berbeda, tetapi mengandung arti sama. Contoh :

       Nar dengan Sa’ir (neraka)
        Jannah dengan ‘Addn (surga)
        Arloji dengan Jam Tangan

5. Lafazh Musytarak, adalah lafazh kulli yang mempunyai lebih dari satu arti. Contoh :

        ‘Ain, nar, jannah (bahasa Arab)
        Lagu, saran, ribut (bahasa Indonesia )

            ‘Ain (bahasa Arab) bisa mengandung arti mata dan mata air. Nar bisa mengandung arti api dan neraka. Jannah bisa mengandung arti kebun dan syurga.

            Lagu (bahasa Indonesia) bisa mengandung arti ragam suara, nyanyi, tigkah laku.
            Saran (bahasa Indonesia)bisa mengandung arti pendapat, anjuran, propaganda.
            Ribut (bahasa Indonesia) bisa mengandung arti sibuk, gaduh, kencang.

PENGERTIAN TA’RIF

  Secara lughawi berarti memperkenalkan, memberitahukan sampai jelas dan terang mengenai sesuatu. 

     Dalam ilmu mantiq, ta’rif adalah teknik menerangkan baik dengan tulisan maupun lisan, yang dengannya diperoleh pemahaman yang jelas tentang sesuatu yang diterangkan/diperkenalkan. 

    Dalam bahasa Indonesia, ta’rif tersebut dapat diungkapkan dengan perbatasan atau difinisi.

     Dalam ilmi mantiq, ta’rif berperan amat besar, karena istidlal (penarikan kesimpulan) yang merupakan tujuannya yang paling fundamental, tergantung amat erat kepada jelasnya ta’rif lafadz yang dipakai untuk menyusun qadhiyah-qadhiyah (kalimat-kalimat) yang darinya ditarik natijah (kesimpulan). Jika ta’rif lafadz tidak jelas, maka kesimpulan yang dihasilkan mungkin sekali keliru atau salah.

Pembagian Ta’rif

1.      Ta’rif Had, adalah ta’rif yang menggunakan rangkaian lafadz kulli jins dan fashl. Contoh :
 Insan adalah hewan yang berfikir.

 Hewan adalah jins dan berpikir adalah fashl bagi manusia.

 Ta’rif had terbagi ke dalam dua bagian :

a.    Ta’rif had tam adalah ta’rif dengan menggunakan lafazh jins qarib dan fashl. Contoh :

Insan adalah hewan yang dapat berpikir. Hewan adalah jins qarib (dekat) kepada insan karena tidak ada lagi jins di bawahnya. Artinya, di bawah hewan tidak ada lagi lafazh kulli yang terkategori jins, kecuali insan yang terkategori nau’. sedang dapat berpikir adalh fashl. 

b.   Ta’rif had naqish adalah ta’rif yang :

(1) menggunakan jins ba’id dan fashl, atau
(2) menggunakan fashl qarib saja.

Contoh

(1) : Insan adalah jism (tubuh) yang dapat berfikir. jism adalah jins ba’id bagi insan dan dapat berfikir adalah fashl baginya.
            Contoh
(2) : Insan adalah yang dapat berpikir (tanpa menyebutkan jins).

2.      Ta’rif Rasm, adalah ta’rif yang menggunakan jins dan ‘irdhi khas.

Contoh : Insan adalah hewan yang bisa tertawa. Hewan adalah jins dan tertawa adalah ‘irdhi khas (sifat khusus) manusia. 

            Ta’rif rasm terbagi ke dalam dua bagian

a.    Ta’rif rasm tam adalah ta’rif definisi yang menggunakan lafazh jins qarib dan fashl.

Contoh :

Insan adalah insan yang dapat tertawa. Hewan adalah jins qarib bagi insan. Sedangkan tertawa adalah ‘irdhi khas baginya.

b.   Ta’rif rasm naqish adalah ta’rif yang menggunakan

(1) lafazh jins ba’id dengan ‘irdhi khas, atau

(2) menggunakan lafazh ‘irdhi khas saja. 

        Contoh (1): Insan adalah jisim yang bisa ketawa.
        Contoh (2): Insan adalah yang ketawa

3.      Ta’rif dengan Lafadz, adalah ta’rif yang menggunakan lafazh lain yang sama artinya saja. Contoh : Tepung adalah terigu  Insan adalah manusia

4.      Ta’rif dengan Mitsal, adalah ta’rif dengan memberikan contoh (mitsal).

Contoh : Lafadz kulli adalah insan. Lafadz juz’i adalah seperti Muhammad, Karsum, Agung, Kosraman
Syarat-syarat Ta’rif

            Ta’rif menjadi benar dan dapat diterima, jika syarat-syaratnya terpenuhi :

         Ta’rif harus jami’ mani’ : ta’rif tidak boleh lebih umum atau lebih khusus dari yang dita’rifkan.

Contoh : manusia adalah hewan yg dapat membaca

         Ta’rif harus lebih jelas dan mudah diterima akal. Jadi ta’rif tidak boleh sama samarnya atau lebih samar dari yang dita’rifkan. Contoh : Mertua adalah nenek dari anak isteri

         Ta’rif harus sama pengertiannya dengan yang dita’rifkan.

         Ta’rif tidak boleh berputar-putar (daur)

         Ta’rif tidak boleh memakai kata-kata majaz (kiasan atau metaforik).

Contoh : Pahlawan adalah singa yang gugur. Menta’rifi ulama dengan samudra.

         Tidak boleh mengandung lafadz yang ghaib
         Tidak boleh menyalahi aturan bahasa
         Ta’rif tidak boleh menggunakan kata-kata musytarak (mempunyai lebih dari satu arti).

Contoh : Arloji adalah pukul yang dipakai di tangan . 

Pukul dalam ta’rif tersebut mempunyai dua arti, yaitu jam dan pukulan. Oleh karenanya, ta’rif itu tidak benar. Ia akan menjadi benar jika disempurnakan dengan qarinah, yang memberi petunjuk kepada makna yang dimaksudkan.

Contoh : Arloji adalah pukul yang dipakai di tangan untuk mengetahui waktu (pukul berapa sekarang ?).

BAROKALLOH 'ALAAKULLI 'ILMIN YU'LAMU BIFAHMIKA YAA HAQ 

Keutamaan Ilmu dan Mempelajarinya


Keutamaan Ilmu dan Mempelajarinya, Rosululloh saw. telah menganjurkan kepada umatnya agar menuntut ilmu. Karena, dengan menuntut ilmu, seseorang yang tadinya bagaikan buta menjadi bagaikan melihat. Ia akan mengetahui.

Pada awal perjalanan, seseorang pengembara kerohanian membawa bersama-samanya sifat-sifat basyariah serta kesadaran terhadap dirinya dan alam nyata.

Dia dikawal oleh kehendak, pemikiran, cita-cita, angan-angan dan lain-lain. Anasir-anasir alam separti galian, tumbuh-tumbuhan dan hewan turut mempengaruhinya. Latihan kerohanian menghancurkan sifat-sifat yang keji dan memutuskan rantaian pengaruh anasir-anasir alam. 

Jika diperhatikan Kalam-kalam Hikmat yang lalu dapat dilihat bahwa hijab nafsu dan akal yang membungkus hati sehingga kebenaran tidak kelihatan. Akal yang ditutupi oleh kegelapan nafsu, yaitu akal yang tidak menerima pancaran nur, tunduk kepada perintah nafsu. Nafsu tidak pernah kenyang dan akal senantiasa ada jawaban dan alasan. Hujah akal menjadi benteng yang kukuh buat nafsu bersembunyi. Jangan memandang enteng kepada kekuatan nafsu dalam menguasai akal dan pancaindera.


Dengan menuntut ilmu, seseorang akan terbuka berbagai pemahaman yang dapat bermanfaat bagi kehidupannya. Alangkah meruginya seandainya seseorang di dalam hidup di dunia ini tidak sampai menimba ilmu. Hidupnya bodoh dan kosong. Orang seperti ini sangat mudah diterpa arus zaman yang sangat dahsyat. Hidupnya terombang-ambing bagaikan buih di lautan.

Keutamaan Ilmu dan Mempelajarinya, Setiap hamba yang bercita-cita menuju kepada Alloh harus memiliki bekal ilmu. Jika ilmu tidakmenyertai seorang hamba yang mengadakan perjalanan sejak awal, tentu ia akan berjalan bukan pada jalan yang semestinya.

Perjalanannya akan terhalang dan tidak sampai ke tujuan, tidak mendapat bukti petunjuk dan keberuntungan, serta pintunya tertutup. Ini merupakan kesepakatan pendapat para syekh dan orang-orang yang memiliki makrifat. Tidak ada yang mencegah dari ilmu selain para perampok dan kaki tangan iblis. 

Oleh karena itu, setiap muslim seharusnya memiliki niat, tekad, dan keinginan yang bulat untuk menimba ilmu. Ilmu itu adalah bekal. Siapa yang tanpa ilmu, maka ia tanpa bekal. Siapa yang tanpa bekal, ia akan menderita. Siapa yang menderita, ia celaka. Siapa yang celaka, ia binasa. Tidak ada kata lain dalam hal menimba ilmu, kecuali penting dan wajib!

Dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu dan mempelajarinya banyak sekali. Di antarannya adalah sebagai berikut.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

"Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: 'Berlapang-lapanglah dalam majelis', lapangkanlah niscaya Alloh akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: 'Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Alloh akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Alloh Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

" (Al-Mujadalah: 11). 

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ

"(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung), ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam, dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat, dan mengharapkan rahmat Rabb-nya?. Katakanlah: 'Adakah sama orang-orang yang mengetahui, dengan orang-orang yang tidak mengetahui'. Sesungguhnya orang yang berakal-lah yang dapat menerima pelajaran." 

"Katakanlah, 'Samakah orang-orang yang berilmu dan yang tidak berilmu'?"  

Rosululloh saw. bersabda, "Barang siapa yang dikehendaki kebaikannya oleh Alloh, Dia akan memahamkannya tentang perkara agama." (HR Bukhari dan Muslim). 

Dan, sabdanya pula, "Barang siapa menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, Alloh akan memudahkan baginya jalan menuju surga." (HR Muslim). 

Kalimat "menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu" dalam hadis tersebut mengandung arti berjalan untuk menghadiri majelis para ulama dan juga menempuh jalan maknawi untuk mendapatkan ilmu seperti mengkajinya dan menghafalnya.

Kalimat "Alloh akan memudahkan baginya jalan menuju surga" bisa berarti asw memudahkan baginya ilmu yang ia pelajari. Ia menempuh jalannya dan Dia memudahkan jalannya. Ilmu adalah jalan menuju surga. Ini seperti penuturan sebagian salaf, "Setiap orang yang menuntut ilmu itu akan ditolong." Kata tersebut bisa juga berarti jalan menuju surga pada hari kiamat, yaitu shirath, termasuk apa-apa yang terjadi sebelumnya, dan apa-apa yang terjadi sesudahnya. 

Selain itu, ilmu menunjukkan tentang Alloh SWT dari jalan yang paling dekat. Barang siapa menempuh jalan ilmu, ia akan sampai kepada Alloh SWT dan kepada surga dari jalan yang paling dekat. Ilmu juga menjadi penerang dalam gelapnya kejahiliyahan, keragu-raguan, dan ketidakjelasan.

Itulah sebabnya Alloh SWT menamai kitabnya dengan An-Nur (Cahaya).
Abdulloh bin Amru meriwayatkan bahwa Rosululloh saw. bersabda, "Sesungguhnya Alloh tidaklah mencabut ilmu langsung dari dada manusia. Tetapi Dia mencabutnya dengan mewafatkan para ulama. Maka, jika tidak ada lagi seorang alim pun, manusia akan mengangkat orang-orang yang bodoh sebagai pemimpin. Mereka ditanya (dimintai fatwa). Dan mereka pun berfatwa tanpa ilmu. Mereka sesat lagi menyesatkan." (HR Bukhari dan Muslim). 

Ubadah bin Shamit ditanya tentang hadis ini, ia menjawab, "Aku beri tahukan kepada kalian, ilmu yang pertama kali dicabut dari manusia adalah khusyu."

Sehubungan dengan ucapan Ubadah bin Shamit ini, perlu diketahui bahwa ilmu itu ada dua. Pertama, ilmu yang buahnya ada di hati manusia. Yaitu, ilmu tentang Alloh SWT, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya yang menuntut rasa takut, pengagungan, kecintaan, roja', dan tawakal kepada-Nya. Ini adalah ilmu yang bermanfaat. 

Ibnu mas'ud berkata, "Sungguh, ada segolongan kaum yang membaca Alquran tetapi bacaan mereka tidak sampai ke tenggorokkann mereka. Andai saja bacaan itu masuk ke dalam hati, terhunjam ke dalamnya, pastilah ia bermanfaat."

Hasan al-Bashori berkata, "Ilmu itu ada dua: ilmu di lidah, yang akan menghujat anak adam, seperti tersebut dalam hadis, 'Alquran itu akan menjadi hujah bagimu atau menghujatmu.' Dan, ilmu di hati. Ilmu inilah yang bermanfaat. 

Ilmu yang pertama-tama dicabut adalah ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu batin yang dapat memperbaiki dan meluruskan hati. Sisanya ilmu lisan yang orang-orang pun meremehkannya dan tidak mengamalkan hal-hal yang menjadi tuntutannya.

Lalu, ilmu ini pun hilang dengan kematian pemiliknya. Akhirnya, terjadilah kiamat ketika penduduk bumi menjadi sejahat-jahat makhluk."

Al-Junai bin Muhammad berkata, "Semua jalan tertutup bagi manusia selain orang yang mengikuti jejak Rosululloh saw." Dia juga berkata, "Mazhab kami terikat oleh dasar-dasar al-kitab (Alquran) dan sunah." 

As-Sary Berkata, "Tasawuf itu merupakan istilah untuk tiga makna: cahaya makrifat tidak memadamkan cahaya wara, tidak membicarakan suatu ilmu di dalam batin yang bertentangan dengan dzohir al-kitab, dan tidak membebaninya dengan karomah untuk mencabik selubung hal-hal yang diharamkan Alloh." 

Ahmad bin Abul Hawary berkata, "Siapa yang mengerjakan suatu amal tanpa mengikuti sunah, maka amalnya batil."

Abu Yazid berkata,"Pernah terlintas dalam hatiku untuk memohon kepada Alloh agar aku terbebas dari perhatian terhadap wanita. Namun, kemudian aku berkata sendiri, 'Bagaimana mungkin aku memohon hal seperti ini kepada Alloh, sementara Rosululloh tidak memohon hal yang sama?' Maka, aku pun tidak jadi memohon yang seperti itu. Kemudian, Alloh membuatku terbebas dari perhatian terhadan wanita, hingga aku tidak peduli apakah aku berhadapan dengan wanita ataukah dengan dinding." 

Dia juga berkata, "Jika kalian melihat seseorang yang diberi karomah, sehingga dia dapat terbang di angkasa, maka janganlah kalian terpedaya, hingga kalian tahu bagaimana orang itu menempatkan dirinya pada perintah dan larangan, menjaga hukum dan melaksanakan syariat." 

Abu Utsman an-Naisabury berkata, "Pergaulilah dengan Alloh ialah dengan mengutamakan adab, senantiasa takut,menghormati dan mengerti kalo diawasi. Pergaulan dengan Rosululloh saw. ialah dengan mengikuti sunah dan mengikuti dzohir ilmu.

Pergaulan dengan wali-wali (para kekasih) Alloh ialah dengan menghormati dan membantunya. Pergaulan dengan pakar ialah dengan akhlak yang baik. Pergaulan dengan saudara ialah senantiasa memasang muka berseri selagi bukan dalam hal-hal yang dosa. Pergaulan dengan orang-orang yang bodoh ialah dengan mendoakan dan mengasihi mereka." 

Abul Hasan an-Nawawy berkata,

"Jika kalian melihat seseorang yang mengaku memiliki keadaan tertentu bersama Alloh yang membuatnya keluar dari batasan ilmu, mak janganlah kalian dekat-dekat dengannya." 

Inilah pernyataan-pernyataan yang dinukil dari para pemuka golongan sufi. Mereka kelompok sufi yang mengikuti Alquran dan sunah. Dan banyak di antara mereka meremehkan ilmu dahir. Kita harus mewaspadai ucapan-ucapan orang yang kelihatan zuhud dan wara seperti orang-orang sufi, tetapi ucapan-ucapannya menunjukkan meremehkan ilmu, bahkan ada yang mengingkari ilmu dahir. 

Pendapat-pendapat mereka keluar dari sunah Rosululloh saw. Orang-orang seperti itu, meskipun samapai bisa terbang dan menghilang, haruslah kita waspadai, jangan terburu terkecoh dengan keilmuannya, karena setan juga mampu melakukan hal-hal yang demikian. Contoh ucapan mereka yang tidak sesuai dengan sunah Rosululloh saw. adalah seperti sebagai berikut.

Mereka ada yang berkata, "Ilmu itu merupakan penghalang antara hati dan Alloh." Ada juga yang mengatakan, "Kami mengambil ilmu kami dari Yang Maha Hidup dan tidak bisa mati, sedangkan kalian mengambil ilmu dari yang hidup namun " Ada juga yang mengatakan, "Jika engkau melihat orang sufi sibuk dengan pengabaran dan periwayatan hadis, maka segeralah cuci tanganmu." 

Siapa yang meninggalkan bukti petunjuk, maka jalannya akan sesat. Sementara, tidak ada bukti petunjuk kepada Alloh dan surga selain dari al-kitab (Alquran) dan sunah. Setiap jalan yang tidak disertai bukti petunjuk al-kitab (Alquran) dan sunah, maka itu adalah jalan menuju neraka Jahanam dan jalannya setan yang terkutuk. 

Ilmu adalah yang menjadi landasan bukti petunjuk dan yang bermanfaat dari ilmu adalah yang dibawa Rosulullooh saw. Ilmu lebih baik daripada keadaan. Ilmu merupakan penentu hukum dan keadaan yang diberi ketentuan hukum.

Ilmu adalah yang memerintah dan yang melarang, sedangkan keadaan yang menerima perintah dan larangan. Ilmu merupakan penentu yang membedakan antara keraguan dan yakin, penyimpangan dan kelurusan, petunjuk dan kesesatan. Alloh dapat diketahui dengan ilmu, lalu Dia disembah, diesakan, dipuji, dan diagungkan. Dengan ilmu, orang-orang yang berjalan bisa sampai kepada Alloh. 

Dengan ilmu bisa diketahui berbagai macam syariat dan hukum, bisa dibedakan antara yang halal dan yang haram. Ilmu merupakan pemimpin dan amal merupakan pengikut. Mengingat-ingat ilmu merupakan tasbih, mencarinya merupakan jihad dan takarub, mengerjakannya merupakan sedekah, mempelajarinya sama dengan pahala berpuasa dan mendirikan salat malam. Kebutuhan terhadap ilmu lebih besar daripada kebutuhan terhadap makan dan minum.

Imam Asy-Syafii berkata, "Mencari ilmu lebih utama daripada sholat nafilah." Pernyataan serupa juga dinyatakan Abu Hanifah

KOMENTAR FB