Sufi selangkah tirai kasihmu ku buka
Engkau serahkan cinta hingga dirimu tiada
Kasih sufi kau rela pilih derita di dunia
Biar rebah di hina kau tak berubah
Kau menguasai selautan
Yang tersembunyi di genggaman
Nafi dan isbat kau sandingkan
Sebagai tali pegangan
Sufi kau hilang di pandangan
Ada di dalam kenikmatan
Engkau dan dia pasti tidak akan terpisah
Andai tertutup tirai sufi
Yang terang tidak nampak terang
Inilah siksa menyakitkan sepanjang jalan
Inginku tempuh titianmu
Dari kekasih ke kekasih
Pengabdianku bersamamu kasih
Biar rebah di hina kau tak berubah
menjalin silaturrahim sesama ummat berkreasi,mengkaji,mencari wawasan,belajar , mengungkap kreasi dalam berfikir tentang wacana ketuhanan
Apa Kabar Dunia
Mari Belajar bersama
Rabu, 18 April 2012
I'ROB DAN MACAMNYA
Pengertian Irob
Salah satu kekhususan dalam bahasa arab, adalah bahasa Arab memiliki irob yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Irob dalam bahasan ilmu nahwu menjadi tujuan utama, karena ilmu nahwu membahas tentang mu'rab dan mabninya suatu kalimah.
Irob adalah
هُوَ: تَغْييرُ أَوَاخِرِ الْكلِمِ لاِخْتِلاَف ِ الْعَوَامِلِ الْداخِلَة عَلَيهَا لَفْظاً أَوْ تَقْدِيراً
Artinya ; Irob adalah perubahan akhir kalimah yang disebabkan berbedanya amil yang memasukinya, perubahan tersebut ada kalanya dalam lafadznya atau perkiraannya.
Perubahan akhir kalimah adalah perubahan pada harkat akhir atau pada huruf tambahan diakhir, seperti pada lafadz di bawah ini ;
جَاءَ حُسَيْنٌ، رَأَيْتُ حُسَيْنًا، مَرَرْتُ بِحُسَيْنٍ
جَاءَ الرجُلاَنِ، رَأَيْتُ الرجُلَيْنِ، مَرَرْتُ بِالرجُلَيْنِ
I'rob pada lafadz حُسَيْنٌ adalah perubahan yang terjadi di akhir kalimah tersebut yang ditandai dengan berubahnya harkat nun. Sedangkan pada lafadz الرجُلاَنِ adalah perubahan huruf yang terjadi di akhir kalimah yaitu berubahnya Alif menjadi ya.
Perubahan - perubahan yang terjadi pada lafadz - lafadz di atas dikarenakan berbedanya amil (lafadz yang beramal) yang masuk. Amil yang beramal dan menyebabkan perubahan akhir kalimah/irab jumlahnya ada 100 amil.
Perubahan tanda i'rob ada yang terlihat (Lafdz), dan ada yang tidak terlihat tapi dikira-kirakan (muqoddar). hal ini disebabkan akhir dari kalimah tersebut. Jika huruf di akhir kalimah berupa huruf sohih maka tanda i'robnya jelas terlihat (Lafdz), tetapi jika huruf akhirnya berupa huruf 'ilat (alif, wawu, atau ya) pada umumnya i'rob kalimah tersebut adalah dikira - kirakan (muqoddar).
Macam - Macam Irob
1. I'rob Rofa (pada kalimah isim dan fiil)
Irob rofa adalah perubahan yang ditandai dengan Dhommah, wawu, alif, atau Nun
2. I'rob Nashob (pada kalimah isim dan fiil)
Irob Nashob adalah perubahan yang ditandai dengan Fathah, Alif, Ya, Kasroh, Hadzf Nun
3. I'rob Jer/ Khofad (pada kalimah isim saja)
Irob jer/khofd adalah perubahan yang ditandai dengan Kasroh, ya, atau Fathah
4. I'rob Jazm (pada kalimah fiil saja)
I'rob jazm adalah perubahan yang ditandai dengan Sukun atau membuang (membuang huruf ilat, atau membuang nun).
Salah satu kekhususan dalam bahasa arab, adalah bahasa Arab memiliki irob yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Irob dalam bahasan ilmu nahwu menjadi tujuan utama, karena ilmu nahwu membahas tentang mu'rab dan mabninya suatu kalimah.
Irob adalah
هُوَ: تَغْييرُ أَوَاخِرِ الْكلِمِ لاِخْتِلاَف ِ الْعَوَامِلِ الْداخِلَة عَلَيهَا لَفْظاً أَوْ تَقْدِيراً
Artinya ; Irob adalah perubahan akhir kalimah yang disebabkan berbedanya amil yang memasukinya, perubahan tersebut ada kalanya dalam lafadznya atau perkiraannya.
Perubahan akhir kalimah adalah perubahan pada harkat akhir atau pada huruf tambahan diakhir, seperti pada lafadz di bawah ini ;
جَاءَ حُسَيْنٌ، رَأَيْتُ حُسَيْنًا، مَرَرْتُ بِحُسَيْنٍ
جَاءَ الرجُلاَنِ، رَأَيْتُ الرجُلَيْنِ، مَرَرْتُ بِالرجُلَيْنِ
I'rob pada lafadz حُسَيْنٌ adalah perubahan yang terjadi di akhir kalimah tersebut yang ditandai dengan berubahnya harkat nun. Sedangkan pada lafadz الرجُلاَنِ adalah perubahan huruf yang terjadi di akhir kalimah yaitu berubahnya Alif menjadi ya.
Perubahan - perubahan yang terjadi pada lafadz - lafadz di atas dikarenakan berbedanya amil (lafadz yang beramal) yang masuk. Amil yang beramal dan menyebabkan perubahan akhir kalimah/irab jumlahnya ada 100 amil.
Perubahan tanda i'rob ada yang terlihat (Lafdz), dan ada yang tidak terlihat tapi dikira-kirakan (muqoddar). hal ini disebabkan akhir dari kalimah tersebut. Jika huruf di akhir kalimah berupa huruf sohih maka tanda i'robnya jelas terlihat (Lafdz), tetapi jika huruf akhirnya berupa huruf 'ilat (alif, wawu, atau ya) pada umumnya i'rob kalimah tersebut adalah dikira - kirakan (muqoddar).
Macam - Macam Irob
1. I'rob Rofa (pada kalimah isim dan fiil)
Irob rofa adalah perubahan yang ditandai dengan Dhommah, wawu, alif, atau Nun
2. I'rob Nashob (pada kalimah isim dan fiil)
Irob Nashob adalah perubahan yang ditandai dengan Fathah, Alif, Ya, Kasroh, Hadzf Nun
3. I'rob Jer/ Khofad (pada kalimah isim saja)
Irob jer/khofd adalah perubahan yang ditandai dengan Kasroh, ya, atau Fathah
4. I'rob Jazm (pada kalimah fiil saja)
I'rob jazm adalah perubahan yang ditandai dengan Sukun atau membuang (membuang huruf ilat, atau membuang nun).
PENJELASAN ASMA'UL SITTAH (6)
Pengertian Asma as Sittah (6 isim) beserta penjelasan i robnya
Pengertian
Dalam bahasa arab, ada 6 isim yang memiliki karakteristik khusus, yang dii’robi dengan huruf, sehingga mempunyai hukum yang khusus pula, 6 isim tersebut dinamakan asma as sittah yang lapadz-lafadznya ialah :
1. اَبُوْكَ
2. اَخُوْكَ
3. حَمُوْكِ
4. فُوْكَ
5. ذُوْ
6. هَنُوْكَ
Asmus didefinisikan sebagai berikut ;
مَا دَلَّ عَلى مُفْرَدٍ جَرَى مَجْرَى جَمْعِ الْمُذَكَرِ السَّالِمِ رَفْعًا وَجَرًّا
Artinya :
Isim yang menunjukkan makna mufrad yang berjalan seperti jamak mudzakar salim dalam keadaan rofa’ dan jer.
Syarat Asmaus sitah
Asmaus sitah memiliki syarat-syarat yang harus dimiliki agar lafadz – lafadz asmaus sittah bisa di i’robi dengan huruf, syaratnya ialah :
1. Harus Mufrad (tunggal), maksudnya lafadz yang akan dibuat asmaus sittah dari lafadz-lafadz diatas tidak boleh berbentuk tatsniyah atau jamak.
2. Mukabbar (peruntukan bagi yang besar), artinya tidak mushoghor, mushoggor ialah bentuk kecil biasanya diikutkan wazan فُعَيْلٌ atau فُعَيْعِلٌ.
3. Harus mudhof, artinya asmaus sitah harus menjadi mudhof ilaih.
4. Tidak mudhof pada ya mutakallim, karena jika mudhof pada ya mutakallim harkat akhir kalimah harus disesuaikan dengan ya mutakallim.
5. Lafadz فُوْكَ yang asalnya adalah فَمٌ, ketika dibuat asmaus sittah maka mimnya harus dibuang.
6. Lafadz ذُوْ harus menggunakan makna صَاحِب (memiliki), dan selamanya lafadz ini mudhof.
Jika salah satu syarat diatas tidak terpenuhi maka asmaus sittah tidak bisa dii’robi dengan huruf, melainkan dii’robi dengan harkat.
Hukum I’rob Asmaus sitah
I’rob dalam asmaus sitah ada tiga macam, yaitu :
1. Itmam, artinya sempurna yaitu i’rob asmaus sitah dengan menggunakan huruf. Ketika rofa ditandai wawu, nashob ditandai alif, dan jer ditandai ya.
Contoh : ، رَأَيْتُ اَخَاكَ، مَرَرْتُ بِأَخِيْكَ جَاءَ اَخُوْكَ
2. Naqs, yaitu i’rob asmaus sittah dengan menggunakan harkat. Rofa ditandai dhommah, nashob ditandai fathah, jer ditandai kasroh.
Contoh : ، رَأَيْتُ اَخَكَ، مَرَرْتُ بِأَخِكَ جَاءَ اَخُكَ
3. Qashr, yaitu asmaus sittah dii’robi dengah harkat yang dikira kirakan terhadap alif, Rofa ditandai dhommah, nashob ditandai fathah, jer ditandai kasroh.
Contoh : ، رَأَيْتُ اَخَاكَ، مَرَرْتُ بِأَخَاكَ جَاءَ اَخَاكَ
Dalam penggunaannya tidak semua irob diatas berlaku sama, tetapi masing masing memiliki keutamaan untuk digunakan, yaitu :
1. Lafadz اب، اخ، حم lebih utama dii’robi dengan huruf, yaitu, selanjutnya dengan i’rob qoshr yakni dengan harkat yang dikira-kirakan atas alif, dan yang terakhir dengan i’rob naqs yaitu dii’robi dengan harkat yang jelas (hukumnya jarang).
2. Pada lafadz هن hanya berlaku dua i’rob yaitu naqs dan itmam, dan lebih utama dengan i’rob naqs.
Wallohu a’lam bishawab
Pengertian
Dalam bahasa arab, ada 6 isim yang memiliki karakteristik khusus, yang dii’robi dengan huruf, sehingga mempunyai hukum yang khusus pula, 6 isim tersebut dinamakan asma as sittah yang lapadz-lafadznya ialah :
1. اَبُوْكَ
2. اَخُوْكَ
3. حَمُوْكِ
4. فُوْكَ
5. ذُوْ
6. هَنُوْكَ
Asmus didefinisikan sebagai berikut ;
مَا دَلَّ عَلى مُفْرَدٍ جَرَى مَجْرَى جَمْعِ الْمُذَكَرِ السَّالِمِ رَفْعًا وَجَرًّا
Artinya :
Isim yang menunjukkan makna mufrad yang berjalan seperti jamak mudzakar salim dalam keadaan rofa’ dan jer.
Syarat Asmaus sitah
Asmaus sitah memiliki syarat-syarat yang harus dimiliki agar lafadz – lafadz asmaus sittah bisa di i’robi dengan huruf, syaratnya ialah :
1. Harus Mufrad (tunggal), maksudnya lafadz yang akan dibuat asmaus sittah dari lafadz-lafadz diatas tidak boleh berbentuk tatsniyah atau jamak.
2. Mukabbar (peruntukan bagi yang besar), artinya tidak mushoghor, mushoggor ialah bentuk kecil biasanya diikutkan wazan فُعَيْلٌ atau فُعَيْعِلٌ.
3. Harus mudhof, artinya asmaus sitah harus menjadi mudhof ilaih.
4. Tidak mudhof pada ya mutakallim, karena jika mudhof pada ya mutakallim harkat akhir kalimah harus disesuaikan dengan ya mutakallim.
5. Lafadz فُوْكَ yang asalnya adalah فَمٌ, ketika dibuat asmaus sittah maka mimnya harus dibuang.
6. Lafadz ذُوْ harus menggunakan makna صَاحِب (memiliki), dan selamanya lafadz ini mudhof.
Jika salah satu syarat diatas tidak terpenuhi maka asmaus sittah tidak bisa dii’robi dengan huruf, melainkan dii’robi dengan harkat.
Hukum I’rob Asmaus sitah
I’rob dalam asmaus sitah ada tiga macam, yaitu :
1. Itmam, artinya sempurna yaitu i’rob asmaus sitah dengan menggunakan huruf. Ketika rofa ditandai wawu, nashob ditandai alif, dan jer ditandai ya.
Contoh : ، رَأَيْتُ اَخَاكَ، مَرَرْتُ بِأَخِيْكَ جَاءَ اَخُوْكَ
2. Naqs, yaitu i’rob asmaus sittah dengan menggunakan harkat. Rofa ditandai dhommah, nashob ditandai fathah, jer ditandai kasroh.
Contoh : ، رَأَيْتُ اَخَكَ، مَرَرْتُ بِأَخِكَ جَاءَ اَخُكَ
3. Qashr, yaitu asmaus sittah dii’robi dengah harkat yang dikira kirakan terhadap alif, Rofa ditandai dhommah, nashob ditandai fathah, jer ditandai kasroh.
Contoh : ، رَأَيْتُ اَخَاكَ، مَرَرْتُ بِأَخَاكَ جَاءَ اَخَاكَ
Dalam penggunaannya tidak semua irob diatas berlaku sama, tetapi masing masing memiliki keutamaan untuk digunakan, yaitu :
1. Lafadz اب، اخ، حم lebih utama dii’robi dengan huruf, yaitu, selanjutnya dengan i’rob qoshr yakni dengan harkat yang dikira-kirakan atas alif, dan yang terakhir dengan i’rob naqs yaitu dii’robi dengan harkat yang jelas (hukumnya jarang).
2. Pada lafadz هن hanya berlaku dua i’rob yaitu naqs dan itmam, dan lebih utama dengan i’rob naqs.
Wallohu a’lam bishawab
KALIMAH ISIM & TANDA''NYA
Kalimah Isim dan Ciri Cirinya
Salah satu unsur kalimah yang dapat disusun menjadi kalama adalah kalimah isim (Kata Benda), kalimah isim dalam definisi kalangan ahli nahwu adalah :
هُوَ كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِى نَفْسِهَا وَلَمْ تَقْتَرِنْ بِزَمَانٍ وَضْعًا
Artinya : Kalimah yang menunjukkan terhadap makna yang terdapat padanya dengan tidak disertai zaman dalam penggunaan maknanya.
Contoh Kalimah isim :
(Nama Orang) اَحْمَد
(Kata ganti ; Saya) انَا
(Buku) كِتَابٌ
Kalimah isim dalam maknanya tidak disertai dengan zaman, maksudnya kalimah isim tidak diserta kata 'telah', 'sedang', 'akan'. Misal kata كِتَابٌ dalam maknanya tidak bisa telah/sedang/akan buku.
Tanda Kalimah Isim
Kalimah isim bisa dibedakan dengan kalimah lainnya dengan beberapa tanda, yaitu :
1. Muthlaqul Jar
Maksudnya, menerima i'rob jer. jadi setiap kalimah yang menerima i'rob jer adalah kalimah isim sebab i'rob jer hanya untuk mengi'robi kalimah isim. i'rob jer/khofd pada kalimah isim bisa disebabkan oleh ;
a. Masuknya Harful Jar
خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
Lafadz عَلَقٍ adalah kalimah isim yang ditandai dengan masuknya huruf jer مِنْ
c. Idhofah, yaitu adanya susunan mudhof dan mudhof ilaih, contoh
رسول اللهِ
Lafadz اللهِ adalah kalimah isim yang menjadi mudhof ilaih, dan lafadz رسول disebut dengan mudhof. Artinya setiap mudhof ilaih hukumnya adalah jar/ beri'rob jar, dan setiap kalimah jar adalah kalimah isim.
c. Tabi', yaitu karena mengikuti kalimah lain dalam beri'rob jar. baik dengan Na'at, Athof, Taukid atau badal. contoh :
بِسْمِ اللهِ الرحمنِ الرحيمِ
Lafadz الرحمنِ الرحيمِ adalah kalimah isim yang dijerkan karena mengikuti i'robnya lafadz اللهِ .
2. Tanwin Khassah
Tanwin adalah Suara Nun Mati (نْ) yang berada pada akhir kalimah isim. Tanwin khasah adalah tanwin yang khusus masuk pada kalimah isim, yaitu pada isim mu'rob (Tanwin Tamkin), isim mabni (Tanwin Tankir), jamak muannats salim (Tanwin Muqobalah), isim mudhof (Tanwin Iwad).
contoh : كِتَابٌ
Jadi setiap kalimah yang ditanwin (baik tanwin dhommah, fathah atau kasroh) adalah kalimah isim.
3. Alif Lam (ال)
Setiap kalimah yang dimasuki ال di awalnya adalah kalimah isim. Baik ال yang memakrifatkan (menghususkan makna), ال maushulah (isim maushul), atau hanya tambahan (zaidah).
contoh : الحمد، المحبوب، الذي
setiap kalimah yang dimasuki ال tidak boleh ditanwin, begitu juga sebaliknya.
4. Nida
Yaitu menjadi Munada (yang dipanggil), dengan huruf-huruf nida.
Contoh : يَا زَيْدُ، يَا رَجُلُ (hai laki-laki, hai zaed)
Bahasan Serupa :
Kalimah Huruf
Salah satu unsur kalimah yang dapat disusun menjadi kalama adalah kalimah isim (Kata Benda), kalimah isim dalam definisi kalangan ahli nahwu adalah :
هُوَ كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِى نَفْسِهَا وَلَمْ تَقْتَرِنْ بِزَمَانٍ وَضْعًا
Artinya : Kalimah yang menunjukkan terhadap makna yang terdapat padanya dengan tidak disertai zaman dalam penggunaan maknanya.
Contoh Kalimah isim :
(Nama Orang) اَحْمَد
(Kata ganti ; Saya) انَا
(Buku) كِتَابٌ
Kalimah isim dalam maknanya tidak disertai dengan zaman, maksudnya kalimah isim tidak diserta kata 'telah', 'sedang', 'akan'. Misal kata كِتَابٌ dalam maknanya tidak bisa telah/sedang/akan buku.
Tanda Kalimah Isim
Kalimah isim bisa dibedakan dengan kalimah lainnya dengan beberapa tanda, yaitu :
1. Muthlaqul Jar
Maksudnya, menerima i'rob jer. jadi setiap kalimah yang menerima i'rob jer adalah kalimah isim sebab i'rob jer hanya untuk mengi'robi kalimah isim. i'rob jer/khofd pada kalimah isim bisa disebabkan oleh ;
a. Masuknya Harful Jar
خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
Lafadz عَلَقٍ adalah kalimah isim yang ditandai dengan masuknya huruf jer مِنْ
c. Idhofah, yaitu adanya susunan mudhof dan mudhof ilaih, contoh
رسول اللهِ
Lafadz اللهِ adalah kalimah isim yang menjadi mudhof ilaih, dan lafadz رسول disebut dengan mudhof. Artinya setiap mudhof ilaih hukumnya adalah jar/ beri'rob jar, dan setiap kalimah jar adalah kalimah isim.
c. Tabi', yaitu karena mengikuti kalimah lain dalam beri'rob jar. baik dengan Na'at, Athof, Taukid atau badal. contoh :
بِسْمِ اللهِ الرحمنِ الرحيمِ
Lafadz الرحمنِ الرحيمِ adalah kalimah isim yang dijerkan karena mengikuti i'robnya lafadz اللهِ .
2. Tanwin Khassah
Tanwin adalah Suara Nun Mati (نْ) yang berada pada akhir kalimah isim. Tanwin khasah adalah tanwin yang khusus masuk pada kalimah isim, yaitu pada isim mu'rob (Tanwin Tamkin), isim mabni (Tanwin Tankir), jamak muannats salim (Tanwin Muqobalah), isim mudhof (Tanwin Iwad).
contoh : كِتَابٌ
Jadi setiap kalimah yang ditanwin (baik tanwin dhommah, fathah atau kasroh) adalah kalimah isim.
3. Alif Lam (ال)
Setiap kalimah yang dimasuki ال di awalnya adalah kalimah isim. Baik ال yang memakrifatkan (menghususkan makna), ال maushulah (isim maushul), atau hanya tambahan (zaidah).
contoh : الحمد، المحبوب، الذي
setiap kalimah yang dimasuki ال tidak boleh ditanwin, begitu juga sebaliknya.
4. Nida
Yaitu menjadi Munada (yang dipanggil), dengan huruf-huruf nida.
Contoh : يَا زَيْدُ، يَا رَجُلُ (hai laki-laki, hai zaed)
Bahasan Serupa :
Kalimah Huruf
ISIM MU'ROB & ISIM MABNI
Isim Mu’rab dan Isim Mabni
Kalimah isim adalah kalimah yang bisa di i’robi oleh i’rob rofa’, nashob, dan jer/khafd, tetapi tidak semua kalimah isim bisa menerima irab. Isim yang bisa menerima i’rob disebut isim murob dan isim yang tidak menerima irob disebut isim mabni. Isim Mu’rab adalah isim yang menerima perubahan akhir kalimah atau menerima i’rob, sedangkan isim mabni adalah isim yang bentuknya tetap dan tidak bisa menerima i’rob.
Contoh kalimah Mu’rob : جَاءَ مُحَمَّدٌ، رَأَيْتُ مُحَمَّدًا
Lafadz مُحَمَّدٌ, ketika amilnya memerintahkan rofa’ maka, di akhir kalimahnya ditandai dengan i’rob rofa’ (Dhommah), dan ketika amilnya memerintahkan nashob, maka diakhir kalimah ditandai dengan fathah. Maka lafadz tersebut adalah mu’rob, karena dapat menerima perubahan/i’rob.
Contoh Kalimah Mabni : جَاءَ الذيْ قَرَأَ ، رَأَيْتُ الذِيْ قَرَاَ
Lafadz الذيْ, ketika amilnya memerintahkan rofa’, harkat akhir kalimah tetap dan tidak berubah, begitu juga ketika amilnya memerintahkan nashab, akhir kalimah tetap sama dan tidak ada perubahan. Maka lafadz tersebut adalah mabni/tetap/tidak berubah.
Berikut adalah beberapa isim mu’rob beserta tanda i’robnya ;Nama Kalimah Isim Tanda I’rob
Rofa’ Nashob Jer/Khofd
Isim Mufrad (Bentuk tunggal) Dhommah Fathah Kasroh
Jamak Taksir (Jamak tidak beraturan) Dhommah Fathah Kasroh
Jamak Muannats Salim (jamak bagi perempuan) Dhommah Kasroh Kasroh
Isim ghoer munshorif (isim yang tidak menerima tanwin) Dhommah Fathah Fathah
Isim Tatsniyah (bentuk dua) Alif Ya Ya
Jamak Mudzakar Salim (Bentuk jamak laki-laki) Wawu Ya Ya
Asmaul Khamsah (Isim lima) Wawu Alif Ya
Mabninya kalimah isim disebabkan karena kalimah isim tersebut menyerupai terhadap kalimah huruf (kalimah huruf hukumnya mabni). Dibawah ini adalah kalimah isim yang mabni :Nama isim Mabni Contoh
Isim Dhomir (Kata Ganti) هُوَ هُمَا هٌمْ اَنْتَ اَنْتِ
Isim Syarat مَتَى
Isim Mubham/ Isim isyarah هَذَا هَذِهِ
Isim Istifham متَى (استفهامية)
Isim maushul الذي التي
Isim Fi’il دَرَاكَ
Kalimah isim adalah kalimah yang bisa di i’robi oleh i’rob rofa’, nashob, dan jer/khafd, tetapi tidak semua kalimah isim bisa menerima irab. Isim yang bisa menerima i’rob disebut isim murob dan isim yang tidak menerima irob disebut isim mabni. Isim Mu’rab adalah isim yang menerima perubahan akhir kalimah atau menerima i’rob, sedangkan isim mabni adalah isim yang bentuknya tetap dan tidak bisa menerima i’rob.
Contoh kalimah Mu’rob : جَاءَ مُحَمَّدٌ، رَأَيْتُ مُحَمَّدًا
Lafadz مُحَمَّدٌ, ketika amilnya memerintahkan rofa’ maka, di akhir kalimahnya ditandai dengan i’rob rofa’ (Dhommah), dan ketika amilnya memerintahkan nashob, maka diakhir kalimah ditandai dengan fathah. Maka lafadz tersebut adalah mu’rob, karena dapat menerima perubahan/i’rob.
Contoh Kalimah Mabni : جَاءَ الذيْ قَرَأَ ، رَأَيْتُ الذِيْ قَرَاَ
Lafadz الذيْ, ketika amilnya memerintahkan rofa’, harkat akhir kalimah tetap dan tidak berubah, begitu juga ketika amilnya memerintahkan nashab, akhir kalimah tetap sama dan tidak ada perubahan. Maka lafadz tersebut adalah mabni/tetap/tidak berubah.
Berikut adalah beberapa isim mu’rob beserta tanda i’robnya ;Nama Kalimah Isim Tanda I’rob
Rofa’ Nashob Jer/Khofd
Isim Mufrad (Bentuk tunggal) Dhommah Fathah Kasroh
Jamak Taksir (Jamak tidak beraturan) Dhommah Fathah Kasroh
Jamak Muannats Salim (jamak bagi perempuan) Dhommah Kasroh Kasroh
Isim ghoer munshorif (isim yang tidak menerima tanwin) Dhommah Fathah Fathah
Isim Tatsniyah (bentuk dua) Alif Ya Ya
Jamak Mudzakar Salim (Bentuk jamak laki-laki) Wawu Ya Ya
Asmaul Khamsah (Isim lima) Wawu Alif Ya
Mabninya kalimah isim disebabkan karena kalimah isim tersebut menyerupai terhadap kalimah huruf (kalimah huruf hukumnya mabni). Dibawah ini adalah kalimah isim yang mabni :Nama isim Mabni Contoh
Isim Dhomir (Kata Ganti) هُوَ هُمَا هٌمْ اَنْتَ اَنْتِ
Isim Syarat مَتَى
Isim Mubham/ Isim isyarah هَذَا هَذِهِ
Isim Istifham متَى (استفهامية)
Isim maushul الذي التي
Isim Fi’il دَرَاكَ
KALAM DAN SYARAT''NYA KALAM
PENGERTIAN KALAM
Pengertian kalam (Indonesia : Kalimat) di sini adalah pengertian kalam dalam lingkup Ilmu Nahwu, yaitu dalam membahas tentang tata bahasa Arab. Kalam menurut beberapa 'Ulama Ahli Nahwu adalah sebagai berikut ;
Dalam kitab al Jurumiyyah
هُوَ اللَّفْظُ الْمُرَكَّبُ الْمُفِيدُ بِالْوَضْعِ
Artinya : Kalam adalah lafadz yang tersusun yang berfaidah, diucapkan dalam bahasa Arab dan sesuai dengan kehendak.
Dalam kitab Alfiyah ibn Malik
كَلامُنَا لَفْظٌ مُفِيدٌ كَاسْتَقِمْ
Artinya : Kalam kita (Ahli Nahwu) adalah lafadz yang berfaidah seperti ucapan اسْتَقِمْ
Pada dasarnya pengertian - pengertian kalam di atas adalah sama yaitu " Ucapan dengan bahasa Arab yang tersusun, berfaidah, dan sesuai kehendak/dikehendaki". Dalam kitab Al Fiyah Ibnu Malik kalam adalah seperti lafadz اسْتَقِمْ, karena lafadz tersebut sudah merupakan ucapan dengan bahasa Arab, tersusun dari dua kalimah yaitu lafadz اسْتَقِمْ dan انت (tersembunyi), serta memberi faidah, sehingga sesuai dengan pengertian yang diungkapkan dalam kitab al Jurumiyyah.
Berdasarkan pengertian di atas, kalam memiliki empat syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Lafadz (Ucapan)
2. Murakkab (Tersusun)
3. Mufid (Berfaidah)
4. Wadha' (Dengan Bahasa Arab/dikehendaki)
Lafadz (Ucapan)
Lafadz adalah Suara yang keluar dari lisan manusia yang mencakup salah satu huruf hijaiyyah yang diawali Alif dan diakhiri ya. Contoh : زَيْدٌ ، قَامَ , Contoh tersebut disebut lafadz hanya jika diucapkan/bukan hanya tulisan saja. Isyarah dan suara - suara yang bisa menirukan suara manusia, seperti suara burung beo yang bisa mengucapkan Assalamu'alaikum adalah tidak termasuk lafadz, karena lafadz disyaratkan harus keluar dari lisan manusia, sehingga isyarah atau suara burung tidak termasuk kalam walaupun berfaidah.
Murokab (Tersusun)
Murokab adalah tersusunnya dua Kalimah (Indonesia : Kata) atau lebih.
Contoh : اسْتَقِمْ tersusun dari lafadz اسْتَقِمْ dan انت
الحمْدُ لِلهِ tersusun dari الحمْدُ ، لام، الله
Jadi, kalimah yang hanya diucapkan satu kalimah saja tanpa disusun dengan kalimah lainnya tidaklah disebut kalam.
Susunan kalimah (Murokab) dalam bahasa arab terbagi menjadi 4 macam :
1. Murokab Isnady, yaitu susunan kalimah yang salah satunya bersandar pada yang lain.
2. Murokab Idhofy, yaitu susunan kalimah yang menyebabkan tanwin kalimah yang awal hilang.
3. Murokab Majzi, yaitu susunan kalimah yang menyebabkan ta ta'nis kalimah yang awal hilang.
4. Murokan Taqyidi, yaitu susunan kalimah yang menyebabkan adanya pembatasan pada kalimah yang awal.
Mufid (Berfaidah)
Mufid adalah adanya faidah yang baik bagi orang yang berbicara (Mutakallim) maupun bagi yang mendengarkan (Sami').
artinya kalam yang diucapkan telah dimengerti dan difahami oleh dua belah pihak (Mutakallim dan Sami'), sehingga antara keduanya tidak terjadi salah persepsi tentang apa yang telah diucapkan.
contoh : إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan) jika hanya diucapkan إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ (Sesungguhnya sesudah kesulitan itu) maka tidak akan memberikan faidah, karena orang yang mendengar tidak akan memahami apa yang telah diucapkan. Sehingga, ucapan إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ tidak termasuk kalam walaupun sudah memenuhi persyaratan lafadz dan murokab.
Wadho
Wadho secara bahasa/ etimologi adalah "Melunasi" atau "melahirkan". Wadho dalam pengertian Ahli Nahwu ada dua macam ;
1. Wadho adalah menjadikan ucapan untuk menunjukkan terhadap maknanya. Contoh : Memanggil/ menyebut Zaed terhadap orang yang namanya adalah Zaed, bukan misalnya kepada Ahmad. Wadho artinya harus menggunakan bahasa Arab, sehingga ucapan - ucapan yang bukan dalam bahasa Arab, walaupun sudah berfaidah tidak bisa dikatakan kalam.
2. Pengertian Wadho yang kedua adalah al Qoshdu artinya dikehendaki, disengaja, atau dalam keadaan sadar diri. Wadho jika menggunakan pengertian ini, maka ucapan orang yang sedang tidur atau orang yang yang mabuk berat bukanlah kalam, karena ucapannya tidak disengaja.
Wallahu a'lam bishshowab
Pengertian kalam (Indonesia : Kalimat) di sini adalah pengertian kalam dalam lingkup Ilmu Nahwu, yaitu dalam membahas tentang tata bahasa Arab. Kalam menurut beberapa 'Ulama Ahli Nahwu adalah sebagai berikut ;
Dalam kitab al Jurumiyyah
هُوَ اللَّفْظُ الْمُرَكَّبُ الْمُفِيدُ بِالْوَضْعِ
Artinya : Kalam adalah lafadz yang tersusun yang berfaidah, diucapkan dalam bahasa Arab dan sesuai dengan kehendak.
Dalam kitab Alfiyah ibn Malik
كَلامُنَا لَفْظٌ مُفِيدٌ كَاسْتَقِمْ
Artinya : Kalam kita (Ahli Nahwu) adalah lafadz yang berfaidah seperti ucapan اسْتَقِمْ
Pada dasarnya pengertian - pengertian kalam di atas adalah sama yaitu " Ucapan dengan bahasa Arab yang tersusun, berfaidah, dan sesuai kehendak/dikehendaki". Dalam kitab Al Fiyah Ibnu Malik kalam adalah seperti lafadz اسْتَقِمْ, karena lafadz tersebut sudah merupakan ucapan dengan bahasa Arab, tersusun dari dua kalimah yaitu lafadz اسْتَقِمْ dan انت (tersembunyi), serta memberi faidah, sehingga sesuai dengan pengertian yang diungkapkan dalam kitab al Jurumiyyah.
Berdasarkan pengertian di atas, kalam memiliki empat syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Lafadz (Ucapan)
2. Murakkab (Tersusun)
3. Mufid (Berfaidah)
4. Wadha' (Dengan Bahasa Arab/dikehendaki)
Lafadz (Ucapan)
Lafadz adalah Suara yang keluar dari lisan manusia yang mencakup salah satu huruf hijaiyyah yang diawali Alif dan diakhiri ya. Contoh : زَيْدٌ ، قَامَ , Contoh tersebut disebut lafadz hanya jika diucapkan/bukan hanya tulisan saja. Isyarah dan suara - suara yang bisa menirukan suara manusia, seperti suara burung beo yang bisa mengucapkan Assalamu'alaikum adalah tidak termasuk lafadz, karena lafadz disyaratkan harus keluar dari lisan manusia, sehingga isyarah atau suara burung tidak termasuk kalam walaupun berfaidah.
Murokab (Tersusun)
Murokab adalah tersusunnya dua Kalimah (Indonesia : Kata) atau lebih.
Contoh : اسْتَقِمْ tersusun dari lafadz اسْتَقِمْ dan انت
الحمْدُ لِلهِ tersusun dari الحمْدُ ، لام، الله
Jadi, kalimah yang hanya diucapkan satu kalimah saja tanpa disusun dengan kalimah lainnya tidaklah disebut kalam.
Susunan kalimah (Murokab) dalam bahasa arab terbagi menjadi 4 macam :
1. Murokab Isnady, yaitu susunan kalimah yang salah satunya bersandar pada yang lain.
2. Murokab Idhofy, yaitu susunan kalimah yang menyebabkan tanwin kalimah yang awal hilang.
3. Murokab Majzi, yaitu susunan kalimah yang menyebabkan ta ta'nis kalimah yang awal hilang.
4. Murokan Taqyidi, yaitu susunan kalimah yang menyebabkan adanya pembatasan pada kalimah yang awal.
Mufid (Berfaidah)
Mufid adalah adanya faidah yang baik bagi orang yang berbicara (Mutakallim) maupun bagi yang mendengarkan (Sami').
artinya kalam yang diucapkan telah dimengerti dan difahami oleh dua belah pihak (Mutakallim dan Sami'), sehingga antara keduanya tidak terjadi salah persepsi tentang apa yang telah diucapkan.
contoh : إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan) jika hanya diucapkan إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ (Sesungguhnya sesudah kesulitan itu) maka tidak akan memberikan faidah, karena orang yang mendengar tidak akan memahami apa yang telah diucapkan. Sehingga, ucapan إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ tidak termasuk kalam walaupun sudah memenuhi persyaratan lafadz dan murokab.
Wadho
Wadho secara bahasa/ etimologi adalah "Melunasi" atau "melahirkan". Wadho dalam pengertian Ahli Nahwu ada dua macam ;
1. Wadho adalah menjadikan ucapan untuk menunjukkan terhadap maknanya. Contoh : Memanggil/ menyebut Zaed terhadap orang yang namanya adalah Zaed, bukan misalnya kepada Ahmad. Wadho artinya harus menggunakan bahasa Arab, sehingga ucapan - ucapan yang bukan dalam bahasa Arab, walaupun sudah berfaidah tidak bisa dikatakan kalam.
2. Pengertian Wadho yang kedua adalah al Qoshdu artinya dikehendaki, disengaja, atau dalam keadaan sadar diri. Wadho jika menggunakan pengertian ini, maka ucapan orang yang sedang tidur atau orang yang yang mabuk berat bukanlah kalam, karena ucapannya tidak disengaja.
Wallahu a'lam bishshowab
I'ROB BISMILLAH BESERTA PENJELASANNYA
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
الإعراب:
(بسم) جار ومجرور متعلق بمحذوف خبر. والمبتدأ محذوف تقديره: ابتدائي» (اللّه) لفظ الجلالة مضاف إليه مجرور وعلامة الجر الكسرة. (الرحمن) نعت للفظ الجلالة تبعه في الجر. (الرحيم) نعت ثان للفظ الجلالة تبعه في الجر.
الصرف:
(اسم) فيه إبدال، أصله سمو، حذف حرف العلة وهو لام الكلمة وأبدل عنه همزة الوصل. ودليل الواو جمعه على أسماء وأسامي، وتصغيره سمىّ. والأصل أسماو وأسامو وسموي، فجرى فيها الإعلال بالقلب.
(اللّه) .. أصله الإلاه، نقلت حركة الهمزة إلى لام التعريف ثم سكنت وحذفت الألف الأولى لالتقاء الساكنين وأدغمت اللام في اللام الثانية ..
وحذفت الألف بعد اللام الثانية لكثرة الاستعمال. فالإله مصدر من أله يأله إذا عبد، والمصدر في موضع المفعول أي المعبود.
(الرحمن) صفة مشتقة من صيغ المبالغة، وزنه فعلان من فعل رحم يرحم باب فرح
الإعراب:
(بسم) جار ومجرور متعلق بمحذوف خبر. والمبتدأ محذوف تقديره: ابتدائي» (اللّه) لفظ الجلالة مضاف إليه مجرور وعلامة الجر الكسرة. (الرحمن) نعت للفظ الجلالة تبعه في الجر. (الرحيم) نعت ثان للفظ الجلالة تبعه في الجر.
الصرف:
(اسم) فيه إبدال، أصله سمو، حذف حرف العلة وهو لام الكلمة وأبدل عنه همزة الوصل. ودليل الواو جمعه على أسماء وأسامي، وتصغيره سمىّ. والأصل أسماو وأسامو وسموي، فجرى فيها الإعلال بالقلب.
(اللّه) .. أصله الإلاه، نقلت حركة الهمزة إلى لام التعريف ثم سكنت وحذفت الألف الأولى لالتقاء الساكنين وأدغمت اللام في اللام الثانية ..
وحذفت الألف بعد اللام الثانية لكثرة الاستعمال. فالإله مصدر من أله يأله إذا عبد، والمصدر في موضع المفعول أي المعبود.
(الرحمن) صفة مشتقة من صيغ المبالغة، وزنه فعلان من فعل رحم يرحم باب فرح
.Irob :
بسم : Jar majrur, الباء huruf jar dan اسم majrur tanda i'robnya kasroh, menjadi khobar dari mubtada yang dibuang . Taqdirannya ابتدائي yang sekaligus jadi muta'alaqnya huruf jer ba.
اللّه : Lafdzul Jalalah menjadi mudhof ilaih, dijerkan dan tanda i'rob jernya adalah kasroh.
الرحمن : Na'at awwal dari lafadz Jallalah, mengikuti lafadz اللّه dalam i'rob jer, dan tanda i'robnya adalah kasroh.
الرحيم : Na'at tsani dari lafadz Jallalah, mengikuti lafadz اللّه dalam i'rob jer, dan tanda i'robnya adalah kasroh.
Shorof :
اسم : Asalnya katanya adalah سمو, dibuang huruf ilat yang menjadi lam fiil dan digantkan dengan hamzah washol yang ditempatkan diawal kalimah. Hal ini ditunjukkan ketika lafadz اسم dijamakkan أسماء وأسامي. dan ketika di tashgirkan سمىّ yang asalnya adalah أسماو وأسامو وسموي. Jadi I'lal dalam lafadz adalah dengan i'lal qalb.
اللّه : Asal katanya adalah lafadz اَلْإِلَاهُ, harkat hamzah dipindahkan pada lam ta'rif dan lam ta'rif selanjutnya disukunkan menjadi اَلْإْلَاهُ, lalu dibuang alif yang pertama karena bertemu dua huruf yag mati اَلْ لَاهُ, selanjutnya lam yang pertama diidghomkan/dimasukkan pada lam yang kedua karena satu jenis اَللاهُ, selanjutnya tinggal dibuang alifnya karena banyaknya penggunaan اَللهُ.
الرحمن : Sifat yang tercetak dari shighat mubalaghah, wazannya adalah فعلان dari wazan فَعَلَ yaitu رحم يرحم .
الرحيم : Sifat yang tercetak dari shighat mubalaghah atau sifat yang menyerupai isim fa'il, wazannya adalah فعيل dari wazan فَعَلَ yaitu رحم يرحم
Wallohu A'lam Bishawab
بسم : Jar majrur, الباء huruf jar dan اسم majrur tanda i'robnya kasroh, menjadi khobar dari mubtada yang dibuang . Taqdirannya ابتدائي yang sekaligus jadi muta'alaqnya huruf jer ba.
اللّه : Lafdzul Jalalah menjadi mudhof ilaih, dijerkan dan tanda i'rob jernya adalah kasroh.
الرحمن : Na'at awwal dari lafadz Jallalah, mengikuti lafadz اللّه dalam i'rob jer, dan tanda i'robnya adalah kasroh.
الرحيم : Na'at tsani dari lafadz Jallalah, mengikuti lafadz اللّه dalam i'rob jer, dan tanda i'robnya adalah kasroh.
Shorof :
اسم : Asalnya katanya adalah سمو, dibuang huruf ilat yang menjadi lam fiil dan digantkan dengan hamzah washol yang ditempatkan diawal kalimah. Hal ini ditunjukkan ketika lafadz اسم dijamakkan أسماء وأسامي. dan ketika di tashgirkan سمىّ yang asalnya adalah أسماو وأسامو وسموي. Jadi I'lal dalam lafadz adalah dengan i'lal qalb.
اللّه : Asal katanya adalah lafadz اَلْإِلَاهُ, harkat hamzah dipindahkan pada lam ta'rif dan lam ta'rif selanjutnya disukunkan menjadi اَلْإْلَاهُ, lalu dibuang alif yang pertama karena bertemu dua huruf yag mati اَلْ لَاهُ, selanjutnya lam yang pertama diidghomkan/dimasukkan pada lam yang kedua karena satu jenis اَللاهُ, selanjutnya tinggal dibuang alifnya karena banyaknya penggunaan اَللهُ.
الرحمن : Sifat yang tercetak dari shighat mubalaghah, wazannya adalah فعلان dari wazan فَعَلَ yaitu رحم يرحم .
الرحيم : Sifat yang tercetak dari shighat mubalaghah atau sifat yang menyerupai isim fa'il, wazannya adalah فعيل dari wazan فَعَلَ yaitu رحم يرحم
Wallohu A'lam Bishawab
10 AWAAMIL DALAM I'ROB
AWAMIL(100 amil)
Amil adalah lafadz yang mempunyai pengamalan terhadap kalimah lain, sehingga menyebabkan suatu kalimah memiliki i’rob rofa, nashob, jer, atau jazm yang semuanya berjumlah 100 amil. Simak pembahasannya di bawah ini.
Awamil secara umum, dibedakan menjadi dua macam, yaitu ;
1. Amil Maknawi (2 amil)
Amil maknawi hanya ada dua macam yaitu ;
1) Amil maknawi ibtida, dan
2) Amil maknawi tajarrud.
2. Amil Lafdzi (98 amil)
Amil lafdzi dikelompokkan lagi menjadi 2 ;
1) Sima’iyah
Amil lafdzi sima’iyah dibedakan menjadi 13 kelompok :
(1) Huruf yang men-jer-kan kalimah isim (19 amil), yaitu :
الباء، من، الى، فى، عن، واو القسم، باء القسم، تاء القسم، اللام، ربّ، واو رب، علي، الكاف، مذ، منذ، حتى، حاشا، عدا، خلا.
(2) Huruf yang menashobkan isimnya dan merofa’kan khobarnya (6 amil), yaitu :
إنّ، انّ، كأنّ، لكنّ، ليت، لعل
(3) Huruf yang menashobkan isim dan merofa’kan khobar (2 amil), yaitu :
ما، لاَ
(4) Huruf yang menashobkan kalimah isim (7 amil), yaitu :
واو معية، إلاّ، يا، أيا، هيا، أى، أ
(5) Huruf yang menashobkan fiil mudhore’ (4 amil), yaitu :
أن، لن، كي، اذن
(6) Huruf yang men-jazm-kan fiil mudhore’ (5 huruf), yaitu :
إنْ، لم، لما، لام الامر، لا نهي
(7) Isim yang men-jazm-kan 2 fiil mudhore’ dengan menyimpan makna إنْ (9 amil), yaitu :
مَنْ، ما، أي، متى، مهما، اين، انى، حيثما، إذما
(8) Isim yang menashobkan isim nakiroh dan menjadikannya tamyiz (4 amil), yaitu :
- Lafadz عشرة jika tersusun bersama lafadz أحد، اثنين sampai تسعة وتسعين (bilangan dari 10 - 99)
- كم
- كاين
- كذا
(9) Asmaul Af’al (9 amil), yaitu :
- Menashobkan kalimah isim : رويد، بله، دونك، عليك، هاء، حيهل،
- Merofa’kan kalimah isim : هيهات، شتان، سرعان
(10) Af’alu Naqishoh, beramal merofa’kan isimnya dan menashobkan khobarnya (13 amil), yaitu :
كان، صار، أصبح، امسى، أضحى، ظل، بات، مازال، مابرح، مافتئ، ماانفك، مادام، ليس
(11) Af’aulul muqorobah, beramal seperti lafadz كان(4 amil), yaitu ;
عسى، كاد، اوشك، كرب
(12) Af’alul madh wa dzam yaitu fiil yang digunakan untuk memuji dan menghina, beramal menashobkan merofa’kan isim jinis yang dima’rifatkan dengan ال (4 amil), yaitu :
نِعْمَ، بِئْسَ، ساء، حبذا
(13) Af’alu syak wa yaqin, fiil ragu ragu dan yaqin yang beramal menashobkan 2 maf’ul (7 amil), yaitu :
حسبتُ، خِلْتُ، ظَننتُ، رأيتُ، علمتُ، وجدتُ، زعمتُ
2) Qiyasiyah
Amil qiyasiyah ada 7 amil yaitu :
(1) Kalimah fiil
(2) Isim fa’il
(3) Isim Maf’ul
(4) Sifat Musyabihat
(5) Mashdar
(6) Setiap isim yang disandarkan/ dimudhofkan pada kalimah isim lainnya
(7) Setiap isim yang sempurna dan tidak membutuhkan idhofah, seperti isim mubham.
Amil adalah lafadz yang mempunyai pengamalan terhadap kalimah lain, sehingga menyebabkan suatu kalimah memiliki i’rob rofa, nashob, jer, atau jazm yang semuanya berjumlah 100 amil. Simak pembahasannya di bawah ini.
Awamil secara umum, dibedakan menjadi dua macam, yaitu ;
1. Amil Maknawi (2 amil)
Amil maknawi hanya ada dua macam yaitu ;
1) Amil maknawi ibtida, dan
2) Amil maknawi tajarrud.
2. Amil Lafdzi (98 amil)
Amil lafdzi dikelompokkan lagi menjadi 2 ;
1) Sima’iyah
Amil lafdzi sima’iyah dibedakan menjadi 13 kelompok :
(1) Huruf yang men-jer-kan kalimah isim (19 amil), yaitu :
الباء، من، الى، فى، عن، واو القسم، باء القسم، تاء القسم، اللام، ربّ، واو رب، علي، الكاف، مذ، منذ، حتى، حاشا، عدا، خلا.
(2) Huruf yang menashobkan isimnya dan merofa’kan khobarnya (6 amil), yaitu :
إنّ، انّ، كأنّ، لكنّ، ليت، لعل
(3) Huruf yang menashobkan isim dan merofa’kan khobar (2 amil), yaitu :
ما، لاَ
(4) Huruf yang menashobkan kalimah isim (7 amil), yaitu :
واو معية، إلاّ، يا، أيا، هيا، أى، أ
(5) Huruf yang menashobkan fiil mudhore’ (4 amil), yaitu :
أن، لن، كي، اذن
(6) Huruf yang men-jazm-kan fiil mudhore’ (5 huruf), yaitu :
إنْ، لم، لما، لام الامر، لا نهي
(7) Isim yang men-jazm-kan 2 fiil mudhore’ dengan menyimpan makna إنْ (9 amil), yaitu :
مَنْ، ما، أي، متى، مهما، اين، انى، حيثما، إذما
(8) Isim yang menashobkan isim nakiroh dan menjadikannya tamyiz (4 amil), yaitu :
- Lafadz عشرة jika tersusun bersama lafadz أحد، اثنين sampai تسعة وتسعين (bilangan dari 10 - 99)
- كم
- كاين
- كذا
(9) Asmaul Af’al (9 amil), yaitu :
- Menashobkan kalimah isim : رويد، بله، دونك، عليك، هاء، حيهل،
- Merofa’kan kalimah isim : هيهات، شتان، سرعان
(10) Af’alu Naqishoh, beramal merofa’kan isimnya dan menashobkan khobarnya (13 amil), yaitu :
كان، صار، أصبح، امسى، أضحى، ظل، بات، مازال، مابرح، مافتئ، ماانفك، مادام، ليس
(11) Af’aulul muqorobah, beramal seperti lafadz كان(4 amil), yaitu ;
عسى، كاد، اوشك، كرب
(12) Af’alul madh wa dzam yaitu fiil yang digunakan untuk memuji dan menghina, beramal menashobkan merofa’kan isim jinis yang dima’rifatkan dengan ال (4 amil), yaitu :
نِعْمَ، بِئْسَ، ساء، حبذا
(13) Af’alu syak wa yaqin, fiil ragu ragu dan yaqin yang beramal menashobkan 2 maf’ul (7 amil), yaitu :
حسبتُ، خِلْتُ، ظَننتُ، رأيتُ، علمتُ، وجدتُ، زعمتُ
2) Qiyasiyah
Amil qiyasiyah ada 7 amil yaitu :
(1) Kalimah fiil
(2) Isim fa’il
(3) Isim Maf’ul
(4) Sifat Musyabihat
(5) Mashdar
(6) Setiap isim yang disandarkan/ dimudhofkan pada kalimah isim lainnya
(7) Setiap isim yang sempurna dan tidak membutuhkan idhofah, seperti isim mubham.
HUKUMNYA MENAMBAH ALIF & WAWU JAMA'
Menambahkan Alif setelah Wawu Jamak
'Ulama ahli Nahwu sepakat bahwa setelah wawu jamak pada fiil madhi, fiil mudhore mansub dan majzum, juga fiil amar untuk menambahkan alif yang berguna untuk memisahkan/membedakan antara wawu athof dengan wawu jamak (lil farqi baina wawil athfi wa wawil jam'i).
Perhatikan pada contoh kalimah dibawah ini :
1. Fiil madi :ضربوا
2. Fiil Mudhore' :لا تضربوا
3. Fiil Amar :اضربوا
fungsi dari alif tersebut adalah sebagai pemisah antara wawu athof dan wawu jamak, contoh :
نصروا ريدا (mereka menolong zaed)
tetapi jika alifnya dihilangkan نصرو ريدا maka maknanya akan berbeda. sebab wawu tersebut bisa saja dijadikan wawu athof, wawu isti'naf atau wawu ma'iyah.
Tetapi, terdapat pengecualian al Quran terutama dalam mushaf 'Utsmani terdapat 6 fiil yang setelah wawu jamak tidak ditambahkan alif yaitu :
1. Lafadz جاءو pada ayat :
/ وجاءو على قميصه / / جاءو بالأفك
2. Lafadz باءو pada surat al Baqoroh:
وباءو بغضب
3. Lafadz فاءو pada surat al Baqoroh :
فإن فاءو
4. Lafadz سعو pada Surat Saba:
سعو في آيتنا
5. Lafadz عتو pada Surat al Furqan:
عتو عتوا
6. Lafadz تبوءو pada Surat al Hasyr:
والذين تبوءو الدار
'Ulama ahli Nahwu sepakat bahwa setelah wawu jamak pada fiil madhi, fiil mudhore mansub dan majzum, juga fiil amar untuk menambahkan alif yang berguna untuk memisahkan/membedakan antara wawu athof dengan wawu jamak (lil farqi baina wawil athfi wa wawil jam'i).
Perhatikan pada contoh kalimah dibawah ini :
1. Fiil madi :ضربوا
2. Fiil Mudhore' :لا تضربوا
3. Fiil Amar :اضربوا
fungsi dari alif tersebut adalah sebagai pemisah antara wawu athof dan wawu jamak, contoh :
نصروا ريدا (mereka menolong zaed)
tetapi jika alifnya dihilangkan نصرو ريدا maka maknanya akan berbeda. sebab wawu tersebut bisa saja dijadikan wawu athof, wawu isti'naf atau wawu ma'iyah.
Tetapi, terdapat pengecualian al Quran terutama dalam mushaf 'Utsmani terdapat 6 fiil yang setelah wawu jamak tidak ditambahkan alif yaitu :
1. Lafadz جاءو pada ayat :
/ وجاءو على قميصه / / جاءو بالأفك
2. Lafadz باءو pada surat al Baqoroh:
وباءو بغضب
3. Lafadz فاءو pada surat al Baqoroh :
فإن فاءو
4. Lafadz سعو pada Surat Saba:
سعو في آيتنا
5. Lafadz عتو pada Surat al Furqan:
عتو عتوا
6. Lafadz تبوءو pada Surat al Hasyr:
والذين تبوءو الدار
HIKMAH DI BALIK PERINTAH SHOLAT
Sholat adalah rukun yang paling penting dalam Rukun Islam. Alloh swt telah memerintahkan kepada hambaNya melalui firmanNya (إن الصلاة كانت على المؤمنين كتابا موقوتا) “Sesungguhnya Sholat diwajibkan kepada seluruh Orang mumin dengan diwaktu-waktu” maksudnya sholat dilaksanakan pada waktu – waktu tertentu yang pelaksanaannya tidak boleh melewati waktu yang telah ditentukan. Nabi Muhammad saw bersabda :
خمس صلوات كتبهن الله على العباد فمن جاء بهن ولم يضيع منهن شيئا استخفافا بحقهن كان له عند الله عهد أن يدخله الجنة
Artinya : “Alloh swt telah mewajibkan Lima macam sholat kepada hamba – hambanya, barang siapa yang melaksanakan dan tidak terbebani sesuatu apapun melainkan terasa ringan, maka dihadapan Alloh swt baginya adalah janji yaitu Masuk surga” dan masih banyak hadits – hadits yang menerangkan keagungan ibadah sholat serta perintah melaksanakan pada waktunya.
Rasulullah saw melarang meremehkan terhadap perintah sholat dan bermalas-malasan dalam melaksanakannya, sebagaimana sabda Beliau saw :
فإن الصلوات الخمس تذهب الذنوب كما يذهب الماء الدرن
Artinya : “Maka sesungguhnya Sholat lima waktu dapat menghilangkan dosa-dosa seperti air menghilangkan penyakit”. Maksudnya sholat lima waktu dapat membersihkan jiwa dari dosa dan kesalahan, seperti air yang digunakan untuk membersihkan badan sebanyak lima kali sehingga badan terbebas dari segala kotoran.
Rasulullah saw pernah ditanya “ Amal Apakah yang paling utama ?“ Rasul menjawab : “Sholat pada Waktunya”
Adapun ancaman bagi yang meninggalkan sholat, telah ditegaskan oleh Baginda Rasulullah saw dalam sebuah haditsnya :
لا سهم في الإسلام لمن لا صلاة له
Artinya : “ Tidak ada bagian sama sekali dalam islam bagi orang yang meninggalkan sholat”
Dan hadits Nabi saw :
بين الرجل وبين الكفر ترك الصلاة
Artinya : “ Antara seseorang dengan kekufurannya adalah meninggalkan sholat “
Dalam hadits tersebut, mengandung perintah yang sangat besar bagi orang muslim untuk mengalahkan kemalasannya dalam melaksanakan sholat, karena sholat adalah pembeda antara orang muslim dengan orang non-muslim. Imam Malik berkata ; “Sesungguhnya orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja adalah kafir, karena sholat merupakan rukun islam, siapa yang tidak melaksanakan sholat maka berarti telah meninggalkan salah satu rukun islam dan telah merobohkan salah satu rukun terkuat dalam rukun islam”.
Perlu diketahui, sesungguhnya hakikat tujuan sholat adalah untuk mengakui dan keagungan, kekuasaan dan keluhuran Khalik sehingga kita mampu menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. orang yang mampu melaksanakan amal sholeh serta menjauhi kejelekan maka dia telah mendapatkan kebaikan. Orang yang melaksanakan sholat tetapi hatinya lupa terhadap Rabbnya, walaupun sudah menunaikan kewajiban tetapi secara hakiki dia tidak mendapatkan buah dari Sholat tersebut, sholatnya tidak mampu Tanha anil Fahsya wal munkar. Sholat yang sempurna adalah sholat yang difirmankan Alloh swt (قد أفلح المؤمنون الذين هم في صلاتها خاشعون) “Benar –benar bahagia orang – orang mukmin, yaitu orang yang dalam sholatnya khusu’ “.
Dengan demikian tujuan hakiki dari sholat adalah mengagungkan Alloh swt pencipta Langit dan bumi dengan khusu’ dan rendah hati. Secara hakiki, Seseorang tidak dikatakan sholat kecuali hatinya hadir dan dipenuhi ketakutan terhadap Alloh swt, tidak tergoyahkan dengan waswas atau kekawatiran terhadap suatu bahaya yang menimpa diri. Orang yang menghadap tuhannya dengan hati yang khusu, merasa hina dihadapan tuhan, merasa takut, dan mengagungkan al Khaliq Yang Maha Kuasa, maka dengan demikian dia telah melaksanakan taubat dari dosa-dosa, memohon ampun kepada Rabbnya, dan Taqwa terhadap Alloh swt, sehingga sholatnya mampu memerangi dan mencegah dari perbuatah keji dan munkar.
Sholat yang dapat mencegah perbuatan keji dan munkar adalah solat seorang hamba yang dengan sholat tersebut dapat mengagungkan tuhannya, takut terhadapNya, mengharap rahmatNya. Karena sesungguhnya Alloh swt tidak melihat terhadap rupa/bentuk malainkan melihat terhadap hati, maka bagi orang yang hatinya lupa terhadapNya maka dia tidak termasuk Dzakir walaupun melaksanakan sholat, Nabi saw bersabda “لا ينظر الله إلى صلاة لا يحضر الرجل فيها قلبه مع بدنه ”’Alloh swt tidak melihat sholat seorang laki-laki yang hati dan badannya tidak hadir dalam sholat”.
Pemaparan diatas adalah mengenai hikmah sholat secara global, berikut adalah rincian hikmah dan fadhilah dari tiap-tiap rukun sholat :
1. Niat
Niat adalah maksud getaran hati untuk melaksanakan perintah Alloh swt dengan melaksanakan sholat yang sempurna sesuai perintahNya dengan ikhlas. Orang yang melaksanakannya dalam sehari semalam sebanyak lima kali maka tidak ada keraguan bahwa Ikhlas sudah tertancap dalam hatinya. Sehingga ikhlas yang sudah menjadi tabiat tersebut dapat menjadi suatu modal dalam kehidupan baik untuk pribadi maupun masyarakat, oleh karena itu jika manusia ikhlas dalam segala ucapan dan perbuaannya maka akan tercipta kehidupan yang ridho dan diridhoi sehingga bahagia di dunia dan akhirat serta tergolong al Faizuun.
2. Berdiri
Orang yang berdiri/melaksanakan sholat berarti dia sedang menghadap Alloh swt dan bermunajat denganNya dengan semua anggota badannya, Dan Alloh swt adalah lebih dekat dari urat nadi, sehingga Dia mengetahui apa yang dibisikan hati, diucapkan oleh lisan dan dikerjakan dengan badan. Jika kita melakukan hal tersebut berulang – ulang dalam sehari semalam maka hati kita akan selalu bergantung kepadaNya, akan selalu memenuhi perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, selain itu, kita juga akan dihormati oleh seluruh manusia, tidak akan disakiti dan dzolimi oleh sesama.
3. Membaca Surat al Fatihah
Dalam sholat, tidak dibenarkan kita membaca bacaan – bacaan sholat sedangkan hati kita lupa terhadapNya, seharusnya jika kita mampu ketika membaca surat al Fatihah maka hati kita menghayati makna bacaan tersebut, dan ketika disebut Nama Alloh atau yang semakna dengannya hati kita merasa takut dengan keagunganNya, ketika disebutkan sifat-sifat Alloh swt maka wajib kepada kita untuk mengajari diri kita dengan sifat – sifat tersebut agar kita bisa berbuat dengan sifat-sifat yang mulia, sebagaimana sabda Nabi saw :
تخلقوا بأخلاق الله فهو سبحانه كريم عفو غفور عادل لا يظلم الناس شيئا
Artinya : “ Berakhlaklah seoerti akhlak Alloh swt Alloh maha Suci, Maha Pemberi, Maha Pemberi Maaf, Maha Memaafkan, Maha Adil, tidak mendzolimi manusia sedikitpun”.
Dengan demikian ketika bacaan sholat telah mampu sebagaimana disebutkan dan kita ulang – ulang beberapa kali dalam sehari semalam, maka dalam hati kita sudah tertanam sifat – sifat yang mulia, sehingga dapat mengamalkan dan menjalankan sifat – sifat tersebut di luar sholat, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.
4. Ruku’ dan Sujud
Ruku’ tidak cukup hanya membungkukkan badan saja, tetapi harus disertai dengan perasaan hati bahwa kita adalah hamba yang hina dihadapanNya yang maha Kuasa yang kekuasaanNya tidak terbatas dan tidak ada ujung bagi keagunganNya. Ketika hal itu diulang-ulang dalam sehari semalam maka hati kita selamanya akan merasa takut sehingga tidak berbuat kecuali yang diperintahkanNya. Begitu juga ketika kita bersujud, kita menempelkan dahi kita ke tanah yaitu salahsatu bagian yang termulia dikepala kita tetapi kita rela karena merasa hina dihadapanNya dan kita selalu mengagungkanNya. Ketika hati kita sudah diselimuti dengan rasa kehinaan dihadapan Alloh swt, dan mengakui keagungan Alloh swt, maka dalam keseharian akan merasa takut dan terus berharap kepadaNya dan tidak akan mendekati perbuatan keji dan munkar.
خمس صلوات كتبهن الله على العباد فمن جاء بهن ولم يضيع منهن شيئا استخفافا بحقهن كان له عند الله عهد أن يدخله الجنة
Artinya : “Alloh swt telah mewajibkan Lima macam sholat kepada hamba – hambanya, barang siapa yang melaksanakan dan tidak terbebani sesuatu apapun melainkan terasa ringan, maka dihadapan Alloh swt baginya adalah janji yaitu Masuk surga” dan masih banyak hadits – hadits yang menerangkan keagungan ibadah sholat serta perintah melaksanakan pada waktunya.
Rasulullah saw melarang meremehkan terhadap perintah sholat dan bermalas-malasan dalam melaksanakannya, sebagaimana sabda Beliau saw :
فإن الصلوات الخمس تذهب الذنوب كما يذهب الماء الدرن
Artinya : “Maka sesungguhnya Sholat lima waktu dapat menghilangkan dosa-dosa seperti air menghilangkan penyakit”. Maksudnya sholat lima waktu dapat membersihkan jiwa dari dosa dan kesalahan, seperti air yang digunakan untuk membersihkan badan sebanyak lima kali sehingga badan terbebas dari segala kotoran.
Rasulullah saw pernah ditanya “ Amal Apakah yang paling utama ?“ Rasul menjawab : “Sholat pada Waktunya”
Adapun ancaman bagi yang meninggalkan sholat, telah ditegaskan oleh Baginda Rasulullah saw dalam sebuah haditsnya :
لا سهم في الإسلام لمن لا صلاة له
Artinya : “ Tidak ada bagian sama sekali dalam islam bagi orang yang meninggalkan sholat”
Dan hadits Nabi saw :
بين الرجل وبين الكفر ترك الصلاة
Artinya : “ Antara seseorang dengan kekufurannya adalah meninggalkan sholat “
Dalam hadits tersebut, mengandung perintah yang sangat besar bagi orang muslim untuk mengalahkan kemalasannya dalam melaksanakan sholat, karena sholat adalah pembeda antara orang muslim dengan orang non-muslim. Imam Malik berkata ; “Sesungguhnya orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja adalah kafir, karena sholat merupakan rukun islam, siapa yang tidak melaksanakan sholat maka berarti telah meninggalkan salah satu rukun islam dan telah merobohkan salah satu rukun terkuat dalam rukun islam”.
Perlu diketahui, sesungguhnya hakikat tujuan sholat adalah untuk mengakui dan keagungan, kekuasaan dan keluhuran Khalik sehingga kita mampu menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. orang yang mampu melaksanakan amal sholeh serta menjauhi kejelekan maka dia telah mendapatkan kebaikan. Orang yang melaksanakan sholat tetapi hatinya lupa terhadap Rabbnya, walaupun sudah menunaikan kewajiban tetapi secara hakiki dia tidak mendapatkan buah dari Sholat tersebut, sholatnya tidak mampu Tanha anil Fahsya wal munkar. Sholat yang sempurna adalah sholat yang difirmankan Alloh swt (قد أفلح المؤمنون الذين هم في صلاتها خاشعون) “Benar –benar bahagia orang – orang mukmin, yaitu orang yang dalam sholatnya khusu’ “.
Dengan demikian tujuan hakiki dari sholat adalah mengagungkan Alloh swt pencipta Langit dan bumi dengan khusu’ dan rendah hati. Secara hakiki, Seseorang tidak dikatakan sholat kecuali hatinya hadir dan dipenuhi ketakutan terhadap Alloh swt, tidak tergoyahkan dengan waswas atau kekawatiran terhadap suatu bahaya yang menimpa diri. Orang yang menghadap tuhannya dengan hati yang khusu, merasa hina dihadapan tuhan, merasa takut, dan mengagungkan al Khaliq Yang Maha Kuasa, maka dengan demikian dia telah melaksanakan taubat dari dosa-dosa, memohon ampun kepada Rabbnya, dan Taqwa terhadap Alloh swt, sehingga sholatnya mampu memerangi dan mencegah dari perbuatah keji dan munkar.
Sholat yang dapat mencegah perbuatan keji dan munkar adalah solat seorang hamba yang dengan sholat tersebut dapat mengagungkan tuhannya, takut terhadapNya, mengharap rahmatNya. Karena sesungguhnya Alloh swt tidak melihat terhadap rupa/bentuk malainkan melihat terhadap hati, maka bagi orang yang hatinya lupa terhadapNya maka dia tidak termasuk Dzakir walaupun melaksanakan sholat, Nabi saw bersabda “لا ينظر الله إلى صلاة لا يحضر الرجل فيها قلبه مع بدنه ”’Alloh swt tidak melihat sholat seorang laki-laki yang hati dan badannya tidak hadir dalam sholat”.
Pemaparan diatas adalah mengenai hikmah sholat secara global, berikut adalah rincian hikmah dan fadhilah dari tiap-tiap rukun sholat :
1. Niat
Niat adalah maksud getaran hati untuk melaksanakan perintah Alloh swt dengan melaksanakan sholat yang sempurna sesuai perintahNya dengan ikhlas. Orang yang melaksanakannya dalam sehari semalam sebanyak lima kali maka tidak ada keraguan bahwa Ikhlas sudah tertancap dalam hatinya. Sehingga ikhlas yang sudah menjadi tabiat tersebut dapat menjadi suatu modal dalam kehidupan baik untuk pribadi maupun masyarakat, oleh karena itu jika manusia ikhlas dalam segala ucapan dan perbuaannya maka akan tercipta kehidupan yang ridho dan diridhoi sehingga bahagia di dunia dan akhirat serta tergolong al Faizuun.
2. Berdiri
Orang yang berdiri/melaksanakan sholat berarti dia sedang menghadap Alloh swt dan bermunajat denganNya dengan semua anggota badannya, Dan Alloh swt adalah lebih dekat dari urat nadi, sehingga Dia mengetahui apa yang dibisikan hati, diucapkan oleh lisan dan dikerjakan dengan badan. Jika kita melakukan hal tersebut berulang – ulang dalam sehari semalam maka hati kita akan selalu bergantung kepadaNya, akan selalu memenuhi perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, selain itu, kita juga akan dihormati oleh seluruh manusia, tidak akan disakiti dan dzolimi oleh sesama.
3. Membaca Surat al Fatihah
Dalam sholat, tidak dibenarkan kita membaca bacaan – bacaan sholat sedangkan hati kita lupa terhadapNya, seharusnya jika kita mampu ketika membaca surat al Fatihah maka hati kita menghayati makna bacaan tersebut, dan ketika disebut Nama Alloh atau yang semakna dengannya hati kita merasa takut dengan keagunganNya, ketika disebutkan sifat-sifat Alloh swt maka wajib kepada kita untuk mengajari diri kita dengan sifat – sifat tersebut agar kita bisa berbuat dengan sifat-sifat yang mulia, sebagaimana sabda Nabi saw :
تخلقوا بأخلاق الله فهو سبحانه كريم عفو غفور عادل لا يظلم الناس شيئا
Artinya : “ Berakhlaklah seoerti akhlak Alloh swt Alloh maha Suci, Maha Pemberi, Maha Pemberi Maaf, Maha Memaafkan, Maha Adil, tidak mendzolimi manusia sedikitpun”.
Dengan demikian ketika bacaan sholat telah mampu sebagaimana disebutkan dan kita ulang – ulang beberapa kali dalam sehari semalam, maka dalam hati kita sudah tertanam sifat – sifat yang mulia, sehingga dapat mengamalkan dan menjalankan sifat – sifat tersebut di luar sholat, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.
4. Ruku’ dan Sujud
Ruku’ tidak cukup hanya membungkukkan badan saja, tetapi harus disertai dengan perasaan hati bahwa kita adalah hamba yang hina dihadapanNya yang maha Kuasa yang kekuasaanNya tidak terbatas dan tidak ada ujung bagi keagunganNya. Ketika hal itu diulang-ulang dalam sehari semalam maka hati kita selamanya akan merasa takut sehingga tidak berbuat kecuali yang diperintahkanNya. Begitu juga ketika kita bersujud, kita menempelkan dahi kita ke tanah yaitu salahsatu bagian yang termulia dikepala kita tetapi kita rela karena merasa hina dihadapanNya dan kita selalu mengagungkanNya. Ketika hati kita sudah diselimuti dengan rasa kehinaan dihadapan Alloh swt, dan mengakui keagungan Alloh swt, maka dalam keseharian akan merasa takut dan terus berharap kepadaNya dan tidak akan mendekati perbuatan keji dan munkar.
HIKMAH & HUKUMNYA HAID BAGI WANITA
HAID
يسئلونك عن المحيض – البقرة -
Dijelaskan bahwasanya ketika itu orang yahudi menanyakan tentang haid. Mereka menceritakan bahwa ketika wanita yahudi kedatangan haid mereka merasa tersiksa oleh suaminya, kenapa? Karena mereka selalu diasingkan bahkan dikeluarkan dari rumah mereka sampai-sampai mereka dikurung disebuah kandang yang dikhususkan bagi wanita yang sedang haid, padahal menurut keterangan wanita yang sedang haid hanya tidak boleh digauli saja atau di dukhul. Tetapi kebiasaan orang-orang yahudi wanita yang haid itu tidak digauli dan di asingkan.
Kalau untuk orang-orang Nasrani bagi wanita-wanita yang sedang haid mereka tidak ada bedanya dengan wanita-wanita yang tidak haid dalam artian mereka selalu digauli atau di dzukhul.
Nah kalau orang islam ketika ada wanita yang sedang haid mereka tidak menggauli mereka dan tidak mengasingkan atau mengeluarkan mereka dari rumah, jadi orang islam itu tengah-tengah antara orang-orang yahudi dan Nasrani.
Setelah mereka suci dari haid maka gaulilah mereka lewat jalan yang telah Alloh perintahkan kepadamu yaitu jalan depan atau Qubul baik dari arah depan ataupun arah belakang yang penting qubul.
Pada waktu itu Rasul mengadakan pengajian bersama ibu-ibu, kemudian Rasulullaoh memerintahkan kepada kaum perempuan supaya memperbanyak sodakoh, kenapa? Karena pada waktu rasulullah Isra’ Mi’raj rasulullah melihat kebanyakan penghuni neraka adalah kaum perempuan.
Mengapa harus mengeluarkan zakat karena :
Sodaqoh dapat menolak bala.
Sodaqoh dapat menjadi penghalang api neraka.
Setelah itu ada seorang ibu yang melaporkan suatu kejadian kepada Rasul. Ibu itu berkata “Ya rasulullah ada seorang ibu yang sangat rajin solat, zakat, infaq, dan sodaqoh tetapi ibu itu selalu iri dengki terhadap tetangganya sehingga tetangganya tidak pernah merasa tenang. Rasul menjawab “La Khoero Fiiha” Tadak ada satupun kebaikan dalam amalannya. Berarti berakhlakul karimah itu sangat ditekankan karena akhlak itu Nisfuddin artinya setengahnya agama dan juga sebaik-baik manusia adalah yang baik akhlaknya.
Didalam al-qur’an dijelaskan bahwasanya tipu daya wanita lebih besar daripada tipu daya syetan, mengapa?karena apabila seorang yang ahli ibadah digoda oleh syetan masih bisa terhindar tetapi ketika seorang ahli ibadah itu digoda oleh wanita mereka sulit untuk menghindar contohnya Barsisho.
Dan juga apabila suatu Negara ingin kuat maka kaum wanita harus kuat, karena wanita adalah tiangnya Negara.
Hati-hati wanita racun dunia kayak lagunya The Changcuter.
Rsulullah SAW berkata “Wanita itu kurang akal dan agamanya”.
Kurang akalnya karena ketika di suatu rumah tangga terjadi persengketaan itu antara penggugat dan tergugat masing-masing harus mempunyai saksi, nah disinilah kekurangan perempuan, kalau laki-laki cukup dua orang saksi laki-laki, tetapi kalau perempuan saksinya dua kali lipat dari laki-laki yaitu empat. Disinilah mengapa perempuan kurang akalnya.
Kurang agamanya karena disuatu saat wanita akan tinggi badan dalam artian ketika kaum laki-laki melakukan ibadah mereka kedatangan tamu yaitu Haid, yang menjadikan mereka meninggalkan ibadah untuk sementara waktu, serta mereka haram membaca al qur’an, nah disinilah wanita dikatakan kurang agamanya.
Haid haruslah disyukuri karena wanita yang haid itu berarti sehat, sebaliknya wanita yang tidak haid berarti wanita yang tidak subur, kebanyakan tidak mempunyai anak, tetapi jika wanita yang tidak haid tapi mempunyai anak berarti wanita itu luar biasa seperti putri Rasulullah siti Fatimah azzahra.
Siti Aisyah berkata “Kami diperintah oleh Alloh untuk mengqodo puasa tetapi kami tidak diperintahkan untuk mengqodo sholat . Berarti bagi wanita yang haid di bulan ramadhan setelah suci mereka hanya diperintahkan mengqodo puasa.
Beberapa istilah dalam haid
Mu’taddah adalah seorang yang haid, yang haidnya tetap. Apabila dia haid tanggal 5,6,7,8,9, dan tanggal 10 suci, kemudian haid selanjutnya sama pada tanggal 5,6,7,8,9, dan tanggal 10 suci, nah wanita itu berarti wanita Mu’taddah yaitu haidnya tetap.
Mumayyizah adalah Mampu membedakan darah haid.
Apabila wanita haid dari tanggal 1 sampai tanggal 5 warna darah haidnya hitam, kemudian dari tanggal 6 sampai tanggal 10 warna darah haidnya Merah, kemudian dari tanggal 11 sampai tanggal 20 darah haidnya kuning, Maka yang dihitung darah haid adalah warna darah haid yang pertama yaitu tanggal 1-5 karena haidnya melewati 15 hari.
Apabila wanita haid dari hari pertama warna darahnya merah, hari kedua hitam, dan hari ketiga kuning, maka semuanya itu darah haid karena pergantian darahnya tidak melewati 15 hari.
يسئلونك عن المحيض – البقرة -
Dijelaskan bahwasanya ketika itu orang yahudi menanyakan tentang haid. Mereka menceritakan bahwa ketika wanita yahudi kedatangan haid mereka merasa tersiksa oleh suaminya, kenapa? Karena mereka selalu diasingkan bahkan dikeluarkan dari rumah mereka sampai-sampai mereka dikurung disebuah kandang yang dikhususkan bagi wanita yang sedang haid, padahal menurut keterangan wanita yang sedang haid hanya tidak boleh digauli saja atau di dukhul. Tetapi kebiasaan orang-orang yahudi wanita yang haid itu tidak digauli dan di asingkan.
Kalau untuk orang-orang Nasrani bagi wanita-wanita yang sedang haid mereka tidak ada bedanya dengan wanita-wanita yang tidak haid dalam artian mereka selalu digauli atau di dzukhul.
Nah kalau orang islam ketika ada wanita yang sedang haid mereka tidak menggauli mereka dan tidak mengasingkan atau mengeluarkan mereka dari rumah, jadi orang islam itu tengah-tengah antara orang-orang yahudi dan Nasrani.
Setelah mereka suci dari haid maka gaulilah mereka lewat jalan yang telah Alloh perintahkan kepadamu yaitu jalan depan atau Qubul baik dari arah depan ataupun arah belakang yang penting qubul.
Pada waktu itu Rasul mengadakan pengajian bersama ibu-ibu, kemudian Rasulullaoh memerintahkan kepada kaum perempuan supaya memperbanyak sodakoh, kenapa? Karena pada waktu rasulullah Isra’ Mi’raj rasulullah melihat kebanyakan penghuni neraka adalah kaum perempuan.
Mengapa harus mengeluarkan zakat karena :
Sodaqoh dapat menolak bala.
Sodaqoh dapat menjadi penghalang api neraka.
Setelah itu ada seorang ibu yang melaporkan suatu kejadian kepada Rasul. Ibu itu berkata “Ya rasulullah ada seorang ibu yang sangat rajin solat, zakat, infaq, dan sodaqoh tetapi ibu itu selalu iri dengki terhadap tetangganya sehingga tetangganya tidak pernah merasa tenang. Rasul menjawab “La Khoero Fiiha” Tadak ada satupun kebaikan dalam amalannya. Berarti berakhlakul karimah itu sangat ditekankan karena akhlak itu Nisfuddin artinya setengahnya agama dan juga sebaik-baik manusia adalah yang baik akhlaknya.
Didalam al-qur’an dijelaskan bahwasanya tipu daya wanita lebih besar daripada tipu daya syetan, mengapa?karena apabila seorang yang ahli ibadah digoda oleh syetan masih bisa terhindar tetapi ketika seorang ahli ibadah itu digoda oleh wanita mereka sulit untuk menghindar contohnya Barsisho.
Dan juga apabila suatu Negara ingin kuat maka kaum wanita harus kuat, karena wanita adalah tiangnya Negara.
Hati-hati wanita racun dunia kayak lagunya The Changcuter.
Rsulullah SAW berkata “Wanita itu kurang akal dan agamanya”.
Kurang akalnya karena ketika di suatu rumah tangga terjadi persengketaan itu antara penggugat dan tergugat masing-masing harus mempunyai saksi, nah disinilah kekurangan perempuan, kalau laki-laki cukup dua orang saksi laki-laki, tetapi kalau perempuan saksinya dua kali lipat dari laki-laki yaitu empat. Disinilah mengapa perempuan kurang akalnya.
Kurang agamanya karena disuatu saat wanita akan tinggi badan dalam artian ketika kaum laki-laki melakukan ibadah mereka kedatangan tamu yaitu Haid, yang menjadikan mereka meninggalkan ibadah untuk sementara waktu, serta mereka haram membaca al qur’an, nah disinilah wanita dikatakan kurang agamanya.
Haid haruslah disyukuri karena wanita yang haid itu berarti sehat, sebaliknya wanita yang tidak haid berarti wanita yang tidak subur, kebanyakan tidak mempunyai anak, tetapi jika wanita yang tidak haid tapi mempunyai anak berarti wanita itu luar biasa seperti putri Rasulullah siti Fatimah azzahra.
Siti Aisyah berkata “Kami diperintah oleh Alloh untuk mengqodo puasa tetapi kami tidak diperintahkan untuk mengqodo sholat . Berarti bagi wanita yang haid di bulan ramadhan setelah suci mereka hanya diperintahkan mengqodo puasa.
Beberapa istilah dalam haid
Mu’taddah adalah seorang yang haid, yang haidnya tetap. Apabila dia haid tanggal 5,6,7,8,9, dan tanggal 10 suci, kemudian haid selanjutnya sama pada tanggal 5,6,7,8,9, dan tanggal 10 suci, nah wanita itu berarti wanita Mu’taddah yaitu haidnya tetap.
Mumayyizah adalah Mampu membedakan darah haid.
Apabila wanita haid dari tanggal 1 sampai tanggal 5 warna darah haidnya hitam, kemudian dari tanggal 6 sampai tanggal 10 warna darah haidnya Merah, kemudian dari tanggal 11 sampai tanggal 20 darah haidnya kuning, Maka yang dihitung darah haid adalah warna darah haid yang pertama yaitu tanggal 1-5 karena haidnya melewati 15 hari.
Apabila wanita haid dari hari pertama warna darahnya merah, hari kedua hitam, dan hari ketiga kuning, maka semuanya itu darah haid karena pergantian darahnya tidak melewati 15 hari.
KITAB MATAN JURU MIYAH (kajian ilmu nahwu)
متن الآجرومية
أنواع الكلام
الكلام هو اللفظ المركب المفيد بالوضع .
وأقسامه ثلاثة : اسم ، وفعل ، وحرف جاء لمعنى .
فالاسم يعرف : بالخفض ، والتنوين ، ودخول الألف واللام ، وحروف الخفض وهي : من وإلى وعن وعلى وفي ورب والباء والكاف واللام وحروف القسم وهي : الواو والباء والتاء .
والفعل يعرف بقد والسين و ( سوف ) وتاء التأنيث الساكنة .
والحرف مالا يصلح معه دليل الاسم ولا دليل الفعل .باب الإعراب
الإعراب هو تغيير أواخر الكلم لاختلاف العوامل الداخلة عليها لفظاً أو تقديراً .
وأقسامه أربعة : رفع ونصب وخفض وجزم فللأسماء من ذلك الرفع والنصب والخفض ولا جزم فيها وللأفعال من ذلك الرفع والنصب والجزم ولا خفض فيها .
باب معرفة علامات الإعراب
للرفع أربع علامات : الضمة والواو والألف والنون .
فأما الضمة فتكون علامة للرفع في أربعة مواضع : الاسم المفرد وجمع التكسير وجمع المؤنث السالم والفعل المضارع الذي لم يتصل بآخره شيء .
وأما الواو فتكون علامة للرفع في موضعين : في جمع المذكر السالم وفي الأسماء الخمسة وهي : أبوك وأخوك وحموك وفوك وذو مال .
وأما الألف فتكون علامة للرفع في تثنية الأسماء خاصة .
وأما النون فتكون علامة للرفع في الفعل المضارع إذا اتصل به ضمير التثنية أو ضمير جمع أو ضمير المؤنثة المخاطبة .
علامات النصب
وللنصب خمس علامات : الفتحة والألف والكسرة والياء وحذف النون .
فأما الفتحة فتكون علامة للنصب في ثلاثة مواضع : في الاسم المفرد وجمع التكسير والفعل المضارع إذا دخل عليه ناصب ولم يتصل بآخره شيء .
وأما الألف فتكون علامة للنصب في الأسماء الخمسة نحو : رأيت أباك وأخاك وما أشبه ذلك .
وأما الكسرة فتكون علامة للنصب في جمع المؤنث السالم .
وأما الياء فتكون علامة للنصب في التثنية والجمع .
وأما حذف النون فيكون علامة للنصب في الأفعال الخمسة التي رفعها بثبوت النون .
علامات الخفض
وللخفض ثلاث علامات : الكسرة والياء والفتحة .
فأما الكسرة فتكون علامة للخفض في ثلاثة مواضع : في الاسم المفرد المنصرف وجمع التكسير المنصرف وجمع المؤنث السالم .
وأما الياء فتكون علامة للخفض في ثلاثة مواضع : في الأسماء الخمسة وفي التثنية والجمع .
وأما الفتحة فتكون علامة للخفض في الاسم الذي لا ينصرف .
علامتا الجزم
وللجزم علامتان : السكون والحذف .
فأما السكون فيكون علامة للجزم في الفعل المضارع الصحيح الآخر .
وأما الحذف فيكون علامة للجزم في الفعل المضارع المعتل الآخر وفي الأفعال الخمسة التي رفعها بثبات النون .
المعربات
( فصل ) المعربات قسمان : قسم يعرب بالحركات وقسم يعرب بالحروف .
المعربات بالحركات
فالذي يعرب بالحركات أربعة أشياء : الاسم المفرد وجمع التكسير وجمع المؤنث السالم والفعل المضارع الذي لم يتصل بآخره شيء .
وكلها ترفع بالضمة وتنصب بالفتحة وتخفض بالكسرة وتجزم بالسكون وخرج عن ذلك ثلاثة أشياء : جمع المؤنث السالم ينصب بالكسرة والاسم الذي لا ينصرف يخفض بالفتحة والفعل المضارع المعتل الآخر يجزم بحذف آخره .
المعربات بالحروف
والذي يعرب بالحروف أربعة أنواع : التثنية ، وجمع المذكر السالم ، والأسماء الخمسة ، والأفعال الخمسة ،وهي : يفعلان ، وتفعلان ، ويفعلون ، وتفعلون ، وتفعلين .
فأما التثنية فترفع بالألف وتنصب وتخفض بالياء .
وأما جمع المذكر السالم فيرفع بالواو وينصب ويخفض بالياء .
وأما الأسماء الخمسة فترفع بالواو وتنصب بالألف وتخفض بالياء .
وأما الأفعال الخمسة فترفع بالنون وتجزم بحذفها .
باب الأفعال
الأفعال ثلاثة : ماضٍ ومضارع وأمر نحو : ضرب ويضرب واضرب .
فالماضي مفتوح الآخر أبداً .
والأمر مجزوم أبداً .
والمضارع ما كان في أوله إحدى الزوائد الأربع التي يجمعها قولك ( أنيت ) وهو مرفوع أبداً حتى يدخل عليه ناصب أو جازم .
فالنواصب عشرة وهي :
أنْ و لن و إذن وكي و لام كي و لام الجحود و حتى و الجواب بالفاء و الواو و أو .
والجوازم ثمانية عشر وهي : لم ، ولما ، و ألمْ ، وألمَّا ، ولام الأمر والدعاء ، و ( لا ) في النهي والدعاء ، وإن ، وما ومهما ، وإذ ، وإذما ، وأي ، ومتى ، وأين ، وأيان ، وأنَّى ، وحيثما ، وكيفما ، وإذاً في الشعر خاصة .
باب مرفوعات الأسماء
المرفوعات سبعة وهي : الفاعل ، والمفعول الذي لم يسم فاعله ، والمبتدأ ، وخبره واسم كان وأخواتها وخبر إن وأخواتها والتابع للمرفوع وهو أربعة أشياء : النعت والعطف والتوكيد والبدل .
باب الفاعل
الفاعل هو : الاسم المرفوع المذكور قبله فعله .
وهو على قسمين : ظاهر ومضمر .
فالظاهر نحو قولك : قام زيد ويقوم زيد وقام الزيدان ويقوم الزيدان وقام الزيدون ويقوم الزيدون وقام الرجال ويقوم الرجال وقامت هند ، وتقوم هند ، وقامت الهندان ، وتقوم الهندان ، وقامت الهندات ، وتقوم الهندات ، وتقوم الهنود ، وقام أخوك ، ويقوم أخوك ، وقام غلامي ، ويقوم غلامي ، وام أشبه ذلك .
والمضمر اثنا عشر ، نحو قولك : (( ضربت ، وضربنا ، وضربتَ ، وضربتِ ، وضربتما وضربتم ، وضربتن ، وضرب ، وضربتْ ، وضربا ، وضربوا ، وضربن ))
باب المفعول الذي لم يسم فاعله
وهو : الاسم ،المرفوع ،الذي لم يذكر معه فاعله.
فإن كان الفعل ماضيا ضم أوله وكسر ما قبل آخره ،وإن كان مضارعا ضم أوله وفتح ما قبل آخره .
وهو قسمين : ظاهر ،ومضمر.
فالظاهر نحو قولك (ضرب زيد)و(يضرب زيد)و(أكرم عمرو)و(يكرم عمرو) .
والمضمر نحو قولك (ضربت) وضربنا ، وضربت ، وضربت ، وضربتما ، وضربتم ، وضربتن ، وضرب ، وضربت ، وضربا ، وضربوا ، وضربن .
باب المبتدأ والخبر
المبتدأ : هو الاسم المرفوع العاري عن العوامل اللفظية .
و الخبر : هو الاسم المرفوع المسند إليه, نحو قولك ((زيد قائمٌ )) و ((الزيدان قائمان)) و ((الزيدون قائمون )) و المبتدأ قسمان : ظاهر و مضمر .
فالظاهر ما تقدم ذكره .
و المضمر اثنا عشر , وهي : أنا , ونحن ، وأنت , وأنتِ , وأنتما , وأنتم , وأنتن , وهو , وهي , وهما , وهم , وهن , نحو قولك (( أنا قائم )) و ((نحن قائمون )) وما أشبه ذلك .
و الخبر قسمان :مفرد ؛ و غير مفرد .
فالمفرد نحو (( زيد قائم )) .
وغير المفرد أربعة أشياء : الجار و المجرور , و الظرف , و الفعل مع فاعله , و المبتدأ مع خبره , نحو قولك : ((زيد في الدار , وزيد عندك , وزيد قام أبوه , و زيد جاريته ذاهبة ))
باب العوامل الداخلة على المبتدأ و الخبر
وهي ثلاثة أشياء : كان و أخواتها , و إن وأخواتها , وظننت و أخواتها .
فأما كان و أخواتها , فإنها ترفع الاسم , وتنصب الخبر , وهي : كان , و أمسى , و أضحى , و ظل , و بات , و صار , و ليس , و مازال , و ما انفك , و ما فتئ , و ما برح , و ما دام , و ما تصرف منها نحو : كان , و يكون , و كن , و أصبح , و يصبح , و أصبح , تقول : ((كان زيد قائماً , و ليس عمر شاخصا )) و ما أشبه ذلك .
أما إن و أخواتها فإنها تنصب الاسم و ترفع الخبر , وهي إن،وأن ،ولكن ، وكأن ، وليت ، ولعل ،تقول :إن زيدا قائم ، وليت عمرا شاخص ، وما أشبه ذلك ، ومعنى إن وأن للتوكيد ، ولكن للاستدراك ، وكأن للتشبيه ، وليت للتمني ، ولعل للترجي والتوقع.
وأما ظننت وأخواتها فإنها تنصب المبتدأ والخبر على أنهما مفعولان لها , وهي : ظننت , وحسبت , وخلت , وزعمت , ورأيت , وعلمت , ووجدت , واتخذت , وجعلت , وسمعت ؛ تقول : ظننت زيداً قائما , ورأيت عمراً شاخصا , وما أشبه ذلك .
باب النعت
النعت : تابع للمنعوت في رفعه و نصبه و خفضه , وتعريفه وتنكيره ؛ قام زيد العاقل , ورأيت زيدا العاقل , ومررت بزيد العاقل .
و المعرفة خمسة أشياء : الاسم المضمر نحو : أنا و أنت , و الاسم العلم نحو : زيد و مكة , و الاسم المبهم نحو : هذا وهذه وهؤلاء والاسم الذي فيه الألف واللام نحو : الرجل والغلام , وما أضيف إلى واحد من هذه الأربعة .
والنكرة : كل اسم شائع في جنسه لا يختص به واحد دون آخر ,وتقريبه : كل ما صلح دخول الألف و اللام عليه , نحو الرجل و الفرس .
باب العطف
و حروف العطف عشرة , وهي : الواو , والفاء , وثم , وأو , وأم , وإما ، وبل , ولا ,ولكن , وحتى في بعض المواضع .
فإن عطفت على مرفوع رفعت , أو على منصوب نصبت , أو على مخفوض خفضت , أو على مجزوم جزمت , تقول : ((قام زيد وعمرو , ورأيت زيدا و عمرا , ومررت بزيد وعمرو , وزيد لم يقم ولم يقعد )) .
باب التوكيد
التوكيد : (( تابع للمؤكد في رفعه ونصبه وخفضه وتعريفه وتنكيره )) ويكون بألفاظ معلومة .
وهي : النفس , والعين , وكل , وأجمع , وتوابع أجمع , وهي : أكتع , وأبتع , وأبصع , تقول : قام زيد نفسه , ورأيت القوم كلهم , ومررت بالقوم أجمعين .
باب البدل
إذا أبدل اسم أو فعل من فعل تبعه في جميع إعرابه ز
وهو على أربعة أقسام : بدل الشيء من الشيء , وبدل البعض من الكل , وبدل الاشتمال , وبدل الغلط , نحو قولك : ((قام زيد أخوك ,وأكلت الرغيف ثلثه , ونفعني زيد علمه , ورأيت زيداً الفرس )) , أردت أن تقول الفرس فغلطت فأبدلت زيداً منه .
باب منصوبات الأسماء
المنصوبات خمسة عشر : وهي المفعول به والمصدر وظرف المكان والزمان والحال والتمييز والمستثنى واسم لا والمنادى والمفعول من أجله والمفعول معه وخبر كان وأخواتها واسم إن وأخواتها .
والتابع للمنصوب وهو أربعة أشياء : النعت والعطف والتوكيد والبدل .
باب المفعول به
وهو : الاسم المنصوب الذي يقع عليه الفعل نحو قولك : ضربت زيداً وركبت الفرس .
وهو قسمان : ظاهر ومضمر .
فالظاهر ما تقدم ذكره ، والمضمر قسمان : متصل ومنفصل .
فالمتصل اثنا عشر وهي : ضربني وضربنا وضربك وضربكما وضربكم وضربكن وضربه وضربها وضربهما وضربهم وضربهن .
والمنفصل اثنا عشر وهي : إياي وإيانا وإياك وإياكما وإياكم وإياكن وإياه وإياها وإياهما وإياهم وإياهن .
باب المصدر
المصدر هو : الاسم المنصوب الذي يجئ ثالثا في تصريف الفعل نحو : ضرب يضرب ضربا.
باب المفعول المطلق
وهو قسمان : لفظي ومعنوي فإن وافق لفظه لفظ فعله فهو لفظي نحو : قتلته قتلا , وإن وافق معنى فعله دون لفظه فهو معنوي نحو : جلست قعوداً , وقمت وقوفاً , وما أشبه ذلك .
باب ظرف الزمان و ظرف المكان
ظرف الزمان هو : اسم الزمان المنصوب بتقدير (( في )) نحو اليوم والليلة وغدوة وبكرة وسحرا وغدا وعتمة وصباحا ومساء وأبدا وأمدا وحينما .وما أشبه ذلك .
وظرف المكان هو : اسم المكان المنصوب بتقدير (( في )) نحو : أمام وخلف وقدّام ووراء وفوق وتحت وعند وإزاء وحذاء وتلقاء وثم وهنا . وما أشبه ذلك .
باب الحال
الحال هو : الاسم المنصوب المفسر لما أنبهم من الهيئات نحو : (( جاء زيد راكباً )) و (( ركبت الفرس مسرجاً )) و (( لقيت عبد الله راكبا )) وما أشبه ذلك .
ولا يكون إلا نكرة ولا يكون إلا بعد تمام الكلام ولا يكون صاحبها إلا معرفة .
باب التمييز
التمييز هو : الاسم المنصوب المفسر لما أنبهم من الذوات نحو قولك : ((تصبب زيد عرقا )) و (( تفقأ بكر شحما )) و (( طاب محمد نفسا )) و (( اشتريت عشرين كتابا )) و (( ملكت تسعين نعجة )) و (( زيد أكرم منك أبا )) و (( أجمل منك وجها )) .
ولا يكون إلا نكرة ولا يكون إلا بعد تمام الكلام .
باب الاستثناء
وحرف الاستثناء ثمانية وهي : إلا وغير وسِوى وسُوى وسواء وخلا وعدا وحاشا .
فالمستثنى بإلا ينصب إذا كان الكلام تاما موجبا نحو : (( قال القوم إلا زيدا )) و (( خرج الناس إلا عمرا )) وإن كان الكلام منفيا تاما جاز فيه البدل و النصب على الاستثناء نحو : (( ما قام القوم إلا زيدٌ )) و (( إلا زيدا )) وإن كان الكلام ناقصا كان على حسب العوامل نحو : ((ما قام إلا زيدٌ )) و (( ما ضربت إلا زيداً )) و (( ما مررت إلا بزيد )).
والمستثنى بسِوى وسُوى وسواء وغير مجرور لاغير .
والمستثنى بخلا وعدا وحاشا يجوز نصبه وجره نحو : (( قام القوم خلا زيداً , وزيد )) و (( عدا عمرا و عمرو )) و ((حاشا بكراً و بكرٍ )) .
باب لا
إِعلم أن (( لا )) تنصب النكرات بغير تنوين إذا باشرت النكرة ولم تتكرر (( لا )) نحو : (( لا رجل في الدار )) .
فإن لم تباشرها وجب الرفع ووجب تكرار (( لا )) نحو : (( لا في الدار رجلٌ ولا امرأةٌ )) فإن تكررت جاز إعمالها وجاز إلغاؤها فإن شئت قلت : (( لا رجل في الدار ولا امرأةً )) وإن شئت قلت : (( لا رجل في الدار ولا امرأةٌ )) .
باب المنادى
المنادى خمسة أنواع : المفرد العلم والنكرة المقصودة والنكرة غير المقصودة والمضاف والتشبيه بالمضاف .
فإما المفرد العلم و النكرة المقصودة فيبنيان على الضم من غير تنوين نحو (( يا زيد )) و (( يا جل )) والثلاثة الباقية منصوبة لاغير .
باب المفعول من أجله
وهو الاسم المنصوب الذي يذكر بيانا لسبب وقوع الفعل نحو قولك (( قام زيدٌ إجلالاً لعمروٍ )) و (( قصدتك ابتغاء معروفك )) .
باب المفعول معه
وهو : الاسم المنصوب الذي يذكر لبيان من فعل معه الفعل نحو قولك : ((جاء الأمير والجيش )) و (( استوى الماء والخشبة )) .
وأما خبر (( كان )) وأخواتها واسم (( إن )) وأخواتها فقد تقدم ذكرهما في المرفعات والتوابع ؛ فقد تقدمت هناك .
باب المخفوظات من الأسماء
المخفوظات ثلاثة أنواع : مخفوض بالحرف ومخفوض بالإضافة وتابع للمخفوض .
فأما المخفوض بالحرف فهو : ما يخفض بمن وإلى وعن وعلى وفي وربّ والباء والكاف واللام وحروف القسم وهي : الواو والباء والتاء أو بواو ربَّ وبمذْ ومنذُ .
وأما ما يخفض بالإضافة فنحو قولك : ما يقدر باللام وما يقدر بمن ؛ فالذي يقدر باللام نحو (( غلام زيد ))والذي يقدر بمن نحو (( ثوب خزّ ٍ )) و ((باب ساجٍ )) و (( خاتم حديدٍ )) .
PENGERTIAN KALAM
Penjelasan Kitab al Jurumiyyah
KALAM – الكلام
Kalam (indonesia: kalimat) adala lafadz yang disusun dan memberi faidah serta sengaja diucapkan oleh mutakallim (orang yang berbicara).
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Kalam terdiri atas 4 syarat yaitu :
Lafadz ; yakni suara yang mencakup salah satu huruf hijaiyyah dan keluar dari lisan manusia.
Murakkab (tersusun) ; yaitu tersusunnya kalam dari dua kalimah (Kata) atau lebih.
Mufid (berfaidah) ; maksudnya suatu kalam harus dapat dimengerti oleh orang yang mendengarkannya.
Wadh’i (disengaja) ; kalam harus disengaja/ dalam keadaan sadar ketika diucapkan.
Kalam dikatakan sempurna jika sudah memenuhi keempat syarat tersebut, contoh ucapan seseorang الله اكبر yang diucapkan ketika berdzikir. Kalam tersebut sudah sempurna, karena dapat dilafadzkan berupa kalimah الله dan اكبر , tersusun dari dua kalimah, dan maknanya dapat difahami.
Adapun seperti ucapan إِنَّ الله tanpa ada kelanjutannya tidak termasuk kalam karena tidak dapat difahami, atau seperti kicauan burung dan igauan orang tidur juga tidak termasuk kalam karena tidak termasuk lafadz dan tidak wadh’i.
Kalam tersusun atas tiga unsur yang disebut kalimah, yaitu kalimah isim, kalimah fiil dan kalimah huruf. berikut penjelasannya masing-masing ;
KALIMAH ISIM (Kata Benda)
Kalimah isim adalah kalimah yang mempunyai makna tersendiri dan tidak disertai zaman dalam penggunaannya.
Tanda – Tanda Kalimah isim
Muthlaqul jarr (dijarkan) yaitu kalimah yang menerima i’rob jar, karena tidak ada kalimah yang menerima i’rob jar selaian kalimah isim. Contoh : lafadz الله dalam susunan رسول اللهِ.
Tanwin Khasah, maksudnya setiap kalimah yang ditanwin (Khasah) adalah kalimah isim. Contoh : lafadz غَنِيٌ pada kalimat الله غني
Masuknya alif lam, setiap kalimah yang dimasuki alif lam adalah kalimah isim. Contoh seperti lafadz حمد menjadi الحمد
Masuknya salah satu harful jar, Harful Jar seluruhnya ada 10 yaitu ; من وإلى وعن وعلى وفي ورب والباء والكاف واللام وحروف القسم وهي : الواو والباء والتاء jika ada kalimah dimasuki salah satu huruf tersebut, berarti kalimah tersebut adalah kalimah isim contoh ; فى المسجد
Beberapa istilah dalam kalimah isim
Isim Dzohir dan Domir
Isim Dzohir adalah kalimah isim yang menunjukkan terhadap yang dinamainya secara muthlak. Bukan kata ganti dari isim lain, tetapi maknanya sudah tertentu yaitu hanya bagi satu benda atau jenis benda tertentu. Contoh : Nama Orang : محمد Nama Tempat : مكةNama Jenis hewan : إبل
Isim Dhomir (Kata Ganti) adalah isim yang menunjukkan terhadap yang dinamainya dan menjadi ganti dari kalimah lain, pergantian tersebut adakalanya untuk Mutakallim (Kata Ganti Orang pertama), Mukhatab(Kata Ganti orang kedua) dan Ghaib (Kata ganti Orang ketiga). Contoh lafadz اياك dalam ayat اياك نستعين , lafadz tersebut menunjukkan mufrad mudzakar mukhatab (seorang laki-laki yang berada ditempat mutakallim : orang kedua).
Isim dhomir dilihat dari beberapa aspek :
Berdasarkan Waqi’nya, ada 3 bentuk yaitu ; Mutakallim, Mukhatab, dan Ghaib
Berdasarkan Peletakannya dengan kalimah fi’il, ada dua bentuk ; Isim dhomir muttasil (menyatu dengan fi’ilnya) dan isim domir munfashil (terpisah dengan fi’ilnya). isim dhomir muttashil mempunyai dua bentuk yaitu ; Bariz (Jelas terlihat), dan Mustatir (tersemunyi) yang terdiri dari mustatir jawaz dan mustatir wujub.
Isim Ma’rifat dan Isim NakirahNakiroh
Isim ma’rifat (Kata benda Khusus) adalah isim yang tertentu terhadap yang dinamainya, dengan kata lain Isim ma’rifa adalah isim yang khusus menunjukkan suatu nama benda. Dalam bahasa arab isim ma’rifat ada 5 macam yaitu ;
Isim ‘Alam (Kata Benda Nama, baik nama orang atau nama tempat)
Isim dhomir (Kata Ganti)
Isim mubham/ isim isyarah (Kata Penunjuk)
Isim maushul
Isim yang dimudhafkan pada salah satu isim yang telah disebutkan. (Idhafah)
(menurut al Jurumiyyah)
Isim Nakirah (Kata bentuk Umum) adalah isim yang maknanya umum tidak tertentu pada salah seorang atau satu benda saja. Contoh kata رجل yang maknanya adalah laki-laki yang tidak tertentu hanya pada seorang laki-laki saja.
Isim Mu’rab dan Mabni
Isim mu’rab adalah isim yang menerima i’rab (perubahan harkat akhir atau huruf). Kalimah yang tergolong isim mu’rab adalah ;
Isim mufrad (Bentuk Tunggal) المسجد
Isim tatsniyah (bentuk dua) مسجدان
Jamak taksir (Bentuk jamak tak beraturan) كتب
Jamak mudzakar salim (bentuk jamak laki-laki) الراشدون
Jamak muannats salim (bentuk jamak perempuan) مسلمات
Asmaul khamsah (isim lima) ابوك
Isim ghaer munsharif (isim yang tidak menerima tanwin)احمد
Isim mabni adalah isim yang tidak menerima perubahan akhir kalimah, dan bentuknya tetap walaupun dimasuki amil yang berbeda. Kalimah yang termasuk isim mabni adalah ;
Isim dhomir; هو
Isim isyarah;ذلك
Isim maushul;الذي
Isim syarat;من
Isim istifham;أ
Isim fi’il;حيهل
KALIMAH FIIL (Kata Kerja)
Kalimah fiil ialah kalimah yang menunjukkan terhadap maknanya dengan disertai zaman. Zaman yaitu waktu terjadinya suatu pekerjaan/peristiwa, zaman ada tiga macam yaitu zaman madhi (zaman yang telah lampau), zaman hal (zaman yang terjadi sekarang), dan zaman istiqbal (zaman yang akan datang).
Kalimah Fi’il ada 3 macam, yaitu ;
Fi’il madhi, adalah fi’il yang pekerjaannya menunjukkan zaman madhi (lampau). Fi’il madhi bisa ditandai dengan masuknya ta’tanis, dan dhomir mutaharrik marfu’. Contoh ; ضربت، قد افلح، قمتَ
Fi’il Mudhore’ yaitu fiil yang pekerjaannya menunjukkan zaman hal (sekarang) atau istiqbal (akan datang) dan dalam bentuknya ditambah huruf mudoro’ah (ا،ن،ي،ت) diawalnya. Contoh : يقرأ، نستعين
Fiil Amar, adalah kata perintah dan akan terjadi pada zaman istiqbal. Contoh ; إستقمْ
Hukum Kalimah Fi’il
Mu’rob ; fiil yang mu’rab adalah hanya fiil mudhore, fiil mudhore bisa menerima i’rob rofa, nashob dan jazm. Contoh ; نستعينُ، انْ نستعينَ، لم نستعنْ
Mabni ; Fi’il mabni adalah fi’il madhi dan fiil Amar.
KALIMAH HURUF
Kalimah huruf adalah kalimah yang punya makna jika digabungkan dengan kalimah isim dan tidak dapat berdiri sendiri. Contoh kalimah huruf adalah harf jar.
susunan kalimah dalam pembentukan kalam tidak harus semua kalimah digunakan, bisa saja kalam terdiri dari 2 kalimah isim, 1 kalimah isim dengan 1 kalimah fi’il, atau lainnya.
Langganan:
Postingan (Atom)
KOMENTAR FB
Pengikut
Label kajian
- allah (1)
- bersihkan diri (1)
- hakikat diri (1)
- hati (1)
- jiwa (1)
- kenyataan diri (1)
- ketuhanan (1)
- mencari kebenaran (1)
- rasa (1)
WACANA PENCARIAN
Mengenai Saya |
Gimana Blogku fren
Arsip Blog
-
▼
2012
(67)
-
▼
April
(38)
-
▼
18
(13)
- TIRAI SUFI
- I'ROB DAN MACAMNYA
- PENJELASAN ASMA'UL SITTAH (6)
- KALIMAH ISIM & TANDA''NYA
- ISIM MU'ROB & ISIM MABNI
- KALAM DAN SYARAT''NYA KALAM
- I'ROB BISMILLAH BESERTA PENJELASANNYA
- 10 AWAAMIL DALAM I'ROB
- HUKUMNYA MENAMBAH ALIF & WAWU JAMA'
- HIKMAH DI BALIK PERINTAH SHOLAT
- HIKMAH & HUKUMNYA HAID BAGI WANITA
- KITAB MATAN JURU MIYAH (kajian ilmu nahwu)
- PENGERTIAN KALAM
-
▼
18
(13)
-
▼
April
(38)