Apa Kabar Dunia

Mari Belajar bersama

Sabtu, 12 Mei 2012

SEPENGGAL KISAH TELADAN UMMAT ISLAM DALAM SIRAH ANNUBUWWAH

Perang Yarmuk baru saja usai dengan kemenangan gilang gemilang tentara Islam melawan Romawi. Saat itu tentara Islam berjumlah 40.000 orang dimana romawi berjumlah 240.000.
Sebelumnya kekuatan dunia ada pada dua Negara superpower, yakni Persia dan Romawi. Persia baru saja berhasil dibebaskan melalui panglima besar Islam, Khalid bin Walid

Maharaja Hercules (Heracles) menyambut kepulangan tentaranya dengan murka. Ia merasa sangat malu.

“Kalian adalah tentara yang tidak berguna! Bagaimana kalian bisa dikalahkan oleh tentara islam? Bukankah mereka seperti kamu juga, berasal dari golongan manusia?”

Marahnya tidak tertahankan. Kekalahan itu membuat dirinya malu. Hatinya sangat sakit ketika tentara Romawi kalah di tangan tentara Islam. Karena ia berpikir bahwa tentara Islam tidak memiliki kelebihan apapun. Tentara Islam tidak sebanding dengan tentaranya. Namun yang pasti adalah tentara Islam itu berhasil mengalahkan tentaranya!

“Benar Tuanku” Jawab Vartanius, pengganti Jenderal Theodore (adik dari Heracles) yang terbunuh oleh Khalid bin Walid ra. Dia terlihat sedikit takut dengan kemarahan yang terlihat jelas di wajah Maharaja Heracles.

“Pasukan mana yang lebih banyak diantara kalian?” Tanya Maharaja Hercules lagi. Kemarahannya semakin memuncak.

“Jumlah kami lebih banyak dari mereka” jawab Vartanius sambil menundukan kepalanya. Dia benar-benar takut untuk menyatakan kebenaran. Namun itulah kenyataannya. Dia sendiri heran bagaimana tentara Islam yang sedikit itu mampu mengalahkan mereka yang jumlahnya lebih banyak.

“Tentara Islam benar-benar hebat!” Dalam diam Vartanius mengakui kebenaran itu.

“Senjata siapa yang lebih hebat dan banyak?” Maharaja Hercules terus bertanya. Perasaan kesalnya memuncak, apalagi setelah mengetahui jumlah tentaranya lebih besar, berhasil dikalahkan oleh tentara Islam yang lebih kecil jumlahnya.

“Senjata kami lebih banyak dan hebat” Jawab Vartanius. Saat itu bahkan Romawi menurunkan pasukan gajahnya.

Suaranya yang bergetar ketakutan jelas terdengar. Dia benar-benar takut apa yang dikatakannya bias menambah kemarahan Maharaja Hercules

“Bagaimana kalian bisa kalah?” teriak Maharaja Hercules

Suaranya bergema. Tubuh panglima Vartanius terdorong ke belakang. Hatinya seperti mau luruh!
Vartanius hanya diam. Dia tidak berani lagi membuka mulut untuk menjawab pertanyaan Maharaja Hercules. Kedua bibirnya bagai terkunci rapat. Tubuhnya mulai dibanjiri keringat.

“Adikku, panglima Theodore turut terbunuh. Tentara kita banyak yang mati. Kita dikalahkan tentara Islam. Mengapa semua ini bisa terjadi?” Tanya Maharaja Hercules lagi.

Perasaan kecewa mulai menyelinap ketika teringat adiknya yang mati. Hatinya juga sakit ketika mengenang kekalahan yang mengorbankan banyak tentaranya. Dia mengeluh dengan kuat.

“Mengapa semua ini terjadi?” jeritnya lagi

Tidak ada seorang pun yang berani menjawab pertanyaannya. Panglima Vartanius juga tidak mampu memberikan alasan. Untuk menatap wajah Maharaja Hercules pun ia tidak berani karena kemarahan yang terlihat di wajahnya.

Tiba-tiba berdiri seorang tentara yang paling tua

“Tuanku, tentara kita berperang dengan suatu kaum yang berpuasa pada siang hari dan beramal ibadah pada waktu malam. Mereka berpegang teguh pada janji, saling berkasih sayang sesame mereka bagaikan saudara. Mereka senantiasa mengerjakan kebaikan dan tidak melakukan kemungkaran.” Dia berkata dengan jujur

“Sedangkan tentara kita suka minum arak, melakukan zina, selalu ingkar janji, suka berbuat jahat, dan melakukan kezaliman. Karena itulah kita kalah” Dia menguatkan diri agar dapat mengatakan hal itu di hadapan Maharaja Hercules. Walaupun sedikit gemetar karena ketakutan, tetapi dia dapat menjelaskan keadaan yang sebenarnya dengan baik.

Maharaja Hercules diam. Dalam hatinya, dia mengakui kebenaran kata-kata lelaki tua itu.

“Dari awal saya ingin berdamai, tetapi kalian bersikeras ingin berperang dengan mereka! Inilah balasannya!” Begitu kata Maharaja Hercules


diantara ranting dahan..

Rimbunnya pepohonan..
Mungkin Aku mati hari ini..

Mungkin esok hari atau lusa..
Jenazahku dikebumikan..
Perlahan..
Tubuh ini tertimbun tanah..
Aku sendirian..
Aku sendirian..
Aku sendirian..

Aku disini sendirian..
Menunggu datangnya pertanyaan..
Menunggu saatnya perhitungan..
Menyesal sudah tidak berguna..
Pintu tobat sudah tertutup..
Meratap, hanya itu yang tersisa..

Ya Allah ya Rabb..

Ibarat permainan, ini permainan yang "kurang fair"..

Engkau tak pernah beritahukan akhir permainan ini..

Kini baru kutau..

Waktuku bermain telah selesai..

Ya Allah ya Rabb..

Andai Engkau beri lagi aku satu kesempatan..

Satu hari saja..

Kuingin mohon maaf pada mereka..

Bapak ibuku..

Sanak saudaraku..

Keluarga kerabatku..

Tetangga dan temanku..

Sahabat dan juga semua yang kukenal..

Yang selama ini telah tersakiti oleh ucapanku..

Yang selama ini telah terdzalimi oleh perbuatanku..

Ya Allah ya Rabb..

Kini baru kusadari..

Harta yang selama ini kukumpulkan..

Rumah yang kubanggakan..

Kendaraan yang kusombongkan..

Deposito yang kuandalkan..

Asuransi yang kubayarkan..

SK yang kugadaikan..

Ternyata..

Tidak sedikitpun mampu menolongku..

Bahkan itu semua menjadi penambah dosaku di sisi-Mu..

Duh, bodohnya diriku..

Ya Allah ya Rabb..

Mengapa kusia-siakan hidup yang hanya sekali itu..

Andai Engkau berikan lagi aku waktu..

Sehari saja atau..

Setengah hari saja..

Walau..

Kutau itu tak mungkin lagi..

Kini..

Semua menjadi tak berarti..

Aku tinggal sendiri..

Tinggal sendiri..

Sendiri..

Hingga saat yang Kau janjikan tiba..

Hari penghitungan seluruh amalku..

Entah berapa lama..

Aku hanya bisa menunggu..

Ya Allah ya Rabb..

Sampaikan salamku teruntuk semua sahabatku..

Yang selalu menasehati dan mengingatkanku..

Khalid bin Walid, pedang Allah yang terhunus karya Abdul haq Bin Alam 

Tidak ada komentar:

KOMENTAR FB